<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d35515654\x26blogName\x3dSeruput\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://seruput.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://seruput.blogspot.com/\x26vt\x3d-8552764801363357580', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>


Ternyata Cuman Isu

Sunday, April 29, 2007
Peristiwa yang membuat darahku tak beraturan itu ternyata hanya isu. Ini ada Press Release dari PPMI (Persatuan Pelajar & Mahasiswa Indonesia) Mesir. Nih Press Release-nya:

Nih isinya:

DEWAN PENGURUS PUSAT
PERSATUAN PELAJAR & MAHASISWA INDONESIA (PPMI) MESIR
INDONESIAN STUDENTS ASSOCIATION IN EGYPT
Address: 8 Wahran St. Rab’ah Adawea Nasr City Cairo Egypt Phone & Fax: (202) 4048719
Web Site: http: ppmimesir.info / E-mail: dpp_ppmi_mesir@yahoo.com

PRESS RELEASE
Tentang Berbagai Isu Negatif yang Berkembang di Kalangan Masisir

Sehubungan dengan merebaknya berbagai isu negatif di kalangan masisir akhir-akhir ini, maka Dewan Pengurus Pusat Persatuan Pelajar Dan Mahasiswa Indonesia (DPP-PPMI) Mesir menyatakan :
1. Bahwa isu tentang pelecehan yang dilakukan orang asing terhadap 4 orang mahasiswi Indonesia di kawasan Gami' Hay Asyir adalah tidak berdasar.
2. Kepada Seluruh Mahasiswa Indonesia Mesir (Masisir) untuk tidak menyebarkan isu yang belum diklarifikasi supaya tidak menyebabkan keresahan di kalangan mahasiswa.
3. Kepada Seluruh Mahasiswa Indonesia Mesir (Masisir) agar lebih waspada serta berusaha untuk melakukan tindakan pencegahan dini terhadap kemungkinan terjadinya tindak kejahatan.
4. Kepada Seluruh Mahasiswa Indonesia Mesir (Masisir) untuk selalu membawa tanda pengenal (Kartu Mahasiswa, Paspor, Kartu PPMI dsb.) di manapun berada. Dan Pastikan pintu flat selalu dalam keadaan terkunci baik ada ataupun tidak ada orang.
5. Demi menjaga keamanan, bagi para mahasiswi agar sebisa mungkin tidak berada di luar apartemen pada malam hari.
6. Jika terjadi tindak kejahatan maka prosedurnya adalah :
a. Melaporkan kepada kantor keamanan terdekat (polisi) dan meminta nomor Mahdar (surat Laporan Kejahatan) Secepatnya.
b. Setelah mendapat nomor Mahdar diharap melapor ke pihak PPMI (404 8719 / 0106158928) dengan menyebutkan nomor Mahdar.

Demikianlah Press Release ini kami buat, atas perhatian seluruh pelajar dan mahasiswa Indonesia di Mesir kami ucapkan ribuan terima kasih.

Kairo, 7 Rabi'ul Akhir 1428 H. / 25 April 2007 M.

DEWAN PENGURUS PUSAT
PERSATUAN PELAJAR DAN MAHASISWA INDONESIA (DPP-PPMI) MESIR
PERIODE XII MASA BAKTI 2006-2007



Nur Fu'ad Shofiyullah Aulia Ulhaq Marzuki
Presiden PPMI Sekretaris Jenderal


Kabar Gelap

Saturday, April 21, 2007
"Ada cewek Indonesia diperkosa orang hitam," seluruh badanku panas, darahku mendidih.

Aku tidak terima dengan kabar ini. Apakah kabar ini memang benar? Aku ragu. Tapi, bisa saja hal ini benar-benar terjadi. Soalnya, pernah sebelumnya teman-teman cewek yang dikejar-kejar oleh pemuda Mesir, *kalau yang ini nyata, aku mendapat informasinya langsung dari yang bersangkutan*. Buat temen-temen cewek, hati-hati ya! biasakan untuk tidak berjalan sendirian. Atau kalau perlu membawa sesuatu untuk jaga-jaga *apa aja yang bisa dibuat untuk membela diri*. Hal semacam ini bukanlah masalah perorangan, semuanya harus bertindak. KBRI, PPMI, dan semua elemen harus bersatu agar tidak ada lagi orang hitam atau siapa saja tidak lagi melecehkan kita, orang Indonesia. Aku menyesal mendengar semua ini.

Naphie
yang tidak akan pernah bisa terima bila kejadian ini benar.

Nasehat

Thursday, April 19, 2007
"Kamu harus hidup, dan terus hidup, walaupun itu bukan untuk dirimu!!!"

Nasehat ini telah diucapkan oleh seorang perempuan puluhan tahun yang lalu. Oleh perempuan yang baru dua tahun lalu meninggal dunia itu. Ya, di usianya yang ke 98, perempuan itu memejamkan mata untuk selamanya. Sebuah kematian yang wajar dan memang pantas. Nasehat itu diperuntukkan kepada anaknya yang bapakku. Ya, bapakku yang baik dan istimewa itu. Mungkin karena bapak menganggap nasehat itulah yang membuatnya selalu bangun dan bangkit, kemudian nasehat itu diteruskan kepadaku, pamanku, teman-teman dekatnya, para tetangga, juga kepada orang-orang yang datang kepadanya.

Dulu, aku kira bapakku ini lulusan universitas ternama, aku kira bapak ini lulusan perguruan tinggi yang bonafit. Tapi tidak, bapakku hanya orang biasa. Orang yang tidak lulus SR (sekolah Rakyat). Namun, segala perangai dan perilakunya sungguh luar biasa. Orang-orang merasa sungkan dengannya, walau orang yang bergelar doktor sekalipun. Aku tidak ingin membesar-besarkan bapakku. Aku sendiri sering bertengkar, sering beradu mulut, dan sering membencinya. Ya, ketika semuanya masih 'gelap.' Tapi sekarang, aku merasakan tenaganya. Semangatnya. Aku bangga punya bapak sepertinya.

Sayangnya, waktu itu aku masih terlalu belia. Masih bau kencur, begitu para tetangga menyebutku, untuk menerima nasehat itu. Tapi, di saat para tetangga bas..bis..bus.. mengatakan bahwa aku masih bau kencur, bapak sudah lebih dulu menganggapku sebagai orang yang layak untuk mendengarkan nasehat itu. Sungguh, karena sikap itulah aku mulai berpikir. Bahwa begitu berharganya; begitu hebatnya; begitu dahsyatnya; begitu perkasanya nilai dari sebuah penghargaan orang tua kepada anaknya. Jujur, sejak hari itu aku berusaha untuk menjadi orang yang bertanggung jawab. Kepercayaan yang diberikan oleh bapak merupakan sebuah tenaga baru, spirit moral, sebuah semangat yang membangkitkan selera untuk terus berdiri menantang 'pekok'-nya kehidupan. Dan dengan nasehat itu, aku seperti punya ribuan nyawa. Dan tak takut dengan yang namanya kematian.


Hingga hari ini, aku membaca sebuah postingan seorang sahabat yang kupanggil dia dengan sebutan Han. Dalam postingannya, ia mengatakan:
"begitu tak bermanfaatnya segala perjuangan itu dimata kematian. kita tak bisa apa-apa di hadapannya."
Sebenarnya aku sangat kecewa dengan kata-kata ini. Aku adalah orang yang akan mengangkat jari pertama kali untuk mengatakan tidak setuju pada kalimat ini. Bagiku, perjuangan selalu bermanfaat, bahkan di mata kematian sekalipun. Ah, tapi aku kan harus selalu berpikir positif. Dan saya yakin,tujuan sahabat saya ini baik. Karena pada dasarnya ia adalah orang baik. Dan tentu saja orang yang baik akan disayang Tuhan. Dan kalau Tuhan sudah sayang, Dia tidak akan pernah keberatan untuk memasukkannya ke dalam Surga-Nya. Amin.

Tobat

Saturday, April 14, 2007
Seminggu yang lalu adekku menelpon. Ia mengabarkan bahwa ibu tak sadarkan diri selama dua hari, bapak suka marah-marah, dan keadaan rumah katanya sudah seperti neraka saja. Ia ingin lari dari rumah. Sampai pada percakapan;

"Kak, Kakak pernah tidur sama orang sunda ya?"
Mendengar pertanyaan itu, awalnya aku adem ayem saja. masih belum nyambung.
"Maksudnya?" aku mencoba untuk mencari tahu.
"Soalnya, kemarin ada orang sunda, katanya sih orang Bandung, datang ke rumah. Dia diantar oleh kedua orang tuanya," adekku mencoba menjelaskan.
Jantungku berdebar kencang. menunggu informasi yang akan disampaikan selanjutnya. Aku hanya bisa menduga "Mungkinkah gadis yang itu?".
"Terus..'" aku mencoba untuk tenang.
"Nah, gadis itu membawa seorang bayi. Dia bilang bayi itu adalah bayi Kakak,"
Deg. Serasa jantung ini berhenti berdetak. Aku sulit bernafas. Badanku lemas. Dan pikiranku kemudian berlari ke masa itu. Masa dimana aku pertama kali bertemu dengannya. Juga masa pertama kalinya aku bermain cinta, bercumbu, dan bermesraan dengan gadis itu. Masa yang berakhir dengan peluk, cium, dan mandi keringat.
"Ah, mana mungkin itu anakku," aku menyangkal, tidak percaya.
"Iya, ibu, bapak, dan aku juga awalnya tidak percaya. Tapi dia juga membawa foto kakak. Dan ketika melihat foto itu ibu langsung pingsan, bapak marah-marah. Katanya mau membunuh kakak," adekku menjelaskan panjang lebar.
Aku hanya bisa terdiam. Aku tidak mampu menjawab. Tanpa aku sadari, Hp yang berada di tanganku tiba-tiba saja jatuh ke lantai. Dan aku tidak ingat lagi.

***

Menjadi bapak itu tidak mudah. Apalagi menjadi bapak bagi bayi yang tidak diinginkan kehadirannya. Anak yang dikatai orang anak haram. Ya, anak yang kukira hasil berkelon dengan seorang gadis sunda asal Bandung itu. Aku tidak akan mengulangi lagi perbuatan merugikan itu. Oh, mungkin ini adalah kehendaknya.

Aku sebenarnya sangat tidak setuju kalau anak yang baru lahir itu dikatai anak haram. Karena sejatinya, manusia lahir ke dunia adalah dalam keadaan fitrah. Dan aku harus rela merawat lelaki kecil yang ternyata bukan anak kandungku itu. Sedang ibunya, entah ke mana. Gadis yang telah menyebarkan aibku itu. Yang membuat semua orang membenciku. Ah, biarkan saja. Salahku, melakukan sesuatu yang dilarang. Difitnahpun, aku harus rela mengaku. Bodohnya aku.

Tuhan, aku tobat.

(terinspirasi dari cerita seorang sahabat)

Mari berkarya

Thursday, April 12, 2007
Berbicara tentang menulis, kemarin aku dapat tantangan dari seorang kawan di Indonesia. Dia tinggal di Jogja. Bunyi Sms-nya sangat menantang.

"Mahasiswa Mesir itu bisa apa? paling bisanya cuman nerjemah, kalo disuruh menulis, apa yang mereka akan tulis?"

Sebenarnya Sms-nya berantai dan sangat tajam mengkritik mahasiswa Indonesia di Mesir. Yang ia soroti adalah dunia menulis. Ya, Dia mengatakan bahwa jebolan Mesir mandul menulis. Tidak bisa apa-apa. Bahkan Mas fahmy yang orang INSIST itu juga mengatakan demikian pada rubrik wawancara di terobosan (lupa edisi berapa). Tapi menurut Mas Fahmy bukan hanya Mesir, menurutnya lulusan timteng tidak bisa menulis, tidak analitis dan bla..bla..bla...

Yah, kalo aku sih santai saja. Tidak perlu panas. Karena memang pantas kita dinilai. Mau dinilai secara subjektif atau objektif, terserah saja. Yang penting adalah kita (mahasiswa Indonesia di Mesir) terus berkarya. Mari kita buktikan bahwa lulusan timteng, khususnya lulusan mesir bisa segalanya. Dan semua itu harus kita buktikan dengan Karya. Ya, hanya karya yang bisa menjadi bukti. Maka mulai sekarang, "Mari berkarya. Apa saja. Sebanyak-banyaknya. Sebagus-bagusnya. Sebaik-baiknya"

Salam

Menulis ah....

Tiba-tiba saja tanganku bergerak. Tak tentu. Perasaanku juga tak tentu. Tanggal 10 kemarin, sahabatku yang juga musuhku berulang tahun. Aku tidak tahu, harus memberi hadiah apa. Sudah lama tidak bertemu. Sekarang dia juga kuliah di luar negeri. Tanggal 10 juga, kemarin sahabatku yang lain menerima ganjaran atas karyanya. Ya, ia menang dalam lomba. Maka aku pun mengucapkan selamat. Dan ada juga sahabat-sahabat lain yang belum bisa menang, maka aku harus mengucapkan "Sabar, ya. Kalah atau menang itu tidak jadi soal. Yang terpenting adalah karya yang telah tercipta. Maka berbanggalah atas karyamu!"

Dengan menulis, kita diajari bagaimana harus selalu bersikap rendah diri. Harus nerimo. Menulis selalu membuat kita sadar, bahwa di luar sana masih banyak orang yang lebih pandai dari diri sendiri. Walaupun usia lebih muda, walaupun gelar pendidikannya lebih rendah, atau bahkan dia bukan orang yang bisa menikmati bangku sekolah sekalipun. Jadi jangan bangga menjadi dosen, jangan bangga menjadi insinyur, jangan bangga jadi kiyai, dan pokoknya jangan berbangga sebelum kau bisa bermanfaat buat sekitarmu.

Menulis, kadang membosankan, kadang juga menyenangkan. Tapi, menurutku lebih banyak menyenangkannya dari pada yang membosankannya.

Cerita Sahabat;Lanjutan

Thursday, April 05, 2007
Ini adalah lanjutan dari cerita Sahabat yang aku posting beberapa hari yang lalu. Saat itu, aku dibuat penasaran oleh Nadhief. Cerita Nadhief sangat menarik dan mengalir. Aku sangat kagum dengan satu orang ini. Manusia yang serba bisa. Apa coba yang tidak dia bisa, menggambar mantap, sastra yahut, elektro jozz, mo diajak ke ilmiah juga top abizz. Makanya jangan heran kalo lelaki yang satu ini sering nangkring di Cool Radio station (salah satu cyber radio yang dikelola oleh orang Indonesia di Kairo) untuk mengisi ceramah, bincang sastra atau membicarakan tips merawat komputer yang baik. Bahkan Ibu-ibu KBRI sering mengundangnya dalam acara pengajian atau arisan untuk memberikan siraman rohani. Cuman sayangnya, ada satu kekurangan yang dimiliki oleh lelaki ini. Lelaki kelahiran Rembang ini ternyata jarang mandi. Alasan pastinya sih aku tidak tahu. Soal penampilan jangan ditanya, walaupun jarang mandi, dia tetap menjaga penampilan. Rambutnya yang gimbal itu telah menjadi trade marknya sendiri (maksudnya). Ya, pokoknya lelaki ini memang perfect abis. Soal ibadah, yang jelas tidak seperti aku yang malas untuk sekedar sholat jamaah ke masjid.

Setelah mendengar cerita Nadhief kemarin, aku jadi bener-bener penasaran. Sepertinya aku memang harus segera menghubunginya. Siapa tahu nanti akan berguna sebagai bahan tulisanku. Dan tanpa pikir panjang lagi aku mendekati pesawat telpon, kuangkat gagangnya dan mulai memencet angka-angka.

"Hallo," suara di seberang.
"Ya, Assalamualaikum," aku mengucap salam.
"Waalaikum salam, mau bicara dengan siapa, ya?"
"Mmm, Nadhief-nya ada Mas?," aku menjawab dengan pertanyaan.
"O, ya. Ada, sebentar ya."

Aku mendengar gagang ditaruh. Aku juga mendengar lelaki yang menerima telpon tadi berteriak memanggil-manggil Nadhief. Lalu aku mendengar suara gagang diangkat.

"Hallo, Assalamualaikum,"
Aku kenal suara ini. Ya, ini adalah suara Nadhief.
"Ini aku, Dhief, Naphie. Kamu ada waktu ga? Aku pengen denger lanjutan ceritamu kemarin."
"O, itu. Kenapa emangnya? Kalau mau, ke sini aja. Bantuin aku ngepakin buku,"
"O ya, Ok deh. Aku ke sana sekarang ya. Assalamualaikum,"

Tanpa mendengar dia menjawab salamku, aku langsung menutup telpon. Dan aku segera bergegas menuju rumahnya. Jarak rumah kami tidak terlalu jauh. Hanya memakan 15 menit saja dengan berjalan kaki.

Sampai di depan gerbang rumahny aku memencet tombol yang di sampingnya bertuliskan Indonesia. Dan terdengar seseorang bertanya “siapa?” langsung saja aku jawab “Naphie.” Dan tiba-tiba saja pintu gerbang terbuka. Sepertinya dikontrol dari dalam.

Setelah masuk ke dalam, kulihat Nadhief sudah siap menyambutku.

“Ahlan..ahlan...Ayo masuk, Phie” Nadhief mempersilahkanku masuk.
“Lagi ngapain? Kok kayaknya sibuk banget,” aku bertutur basa-basi.
“Ah, enggak. Cuma lagi ngepakin buku aja”

Aku diajak ke dalam kamarnya. Kulihat banyak buku berserakan di kamar itu.

“Mau di kemanain nih, Dhief?”
“Mau dikirim ke Indonesia,”

Sebenarnya tanpa dijawab aku sudah tahu. Karena di situ ada satu karton yang sudah selesai dikepak. Di sana tertulis untuk seseorang dengan alamat Indonesia. Mungkin nama bapaknya. Nadhief adalah salah seorang diantara ribuan orang yang suka berburu buku di pameran buku yang digelar setiap tahun di Kairo ini. Tidak, bukan ribuan. Tapi puluhan ribu. Ketika pameran ini digelar, semua manusia yang senang buku, entah dari negara-negara Eropa, Amerika, Australia, Asia dan juga termasuk dari Indonesia tumpah ruah memburu buku yang sesuai dengan kecenderungannya masing-masing. Ya, mereka datang ke sini hanya untuk belanja buku. Sedang aku hanya dibuat ngiler.

Setelah kami selesai mengepak buku-buku, Nadhief menyuguhkan teh untukku. Dari rasanya, aku tahu teh ini, el-Arousa. Kemudiaan dia duduk di atas ranjang di sampingku sambil menyulut Viceroynya.

“O ya, memangnya ada apa, kok kamu pengen tahu tentang keluargaku?”
“Aku pengen nulis, kali aja ceritamu bisa jadi bahan”
“Lho, emang mau nulis tentang apa?”
“Tentang pengaruh hubungan anak dengan orang tua terhadap perkembangan anak”
“O begitu, Sebentar ya,” Nadhief mengambil Hp-nya yang sedang berbunyi. Kemudian berbicara, entah dengan siapa. Dan setelah selesai kemudian duduk kembali.

“Baiklah, kalau kemarin tentang ibukku, sekarang tentang bapakku. Kalau berbicara tentang bapak, aku jadi teringat dengan kejadian beberapa waktu yang lalu. Bapak bagiku sangat istimewa.”
“O, ya. Kejadian apa?” aku mengejar, ingin tahu.
“Begini ceritanya: Sewaktu sampai di Kairo pertama kali aku ditanya sama bapak, ‘kamu ngambil jurusan apa, Dhief, di sana?’ Langsung aku jawab kalau aku masuk fakultas Ushuluddin. Nah, bapakku ini kan wong ndeso, pengetahuannya biasa-biasa saja. Aku tidak tahu, informasi apa yang didapatkan bapak, hingga beberapa waktu yang lalu bapak nelpon. Bapak meminta aku untuk pindah jurusan, ‘Benar kamu di Ushuluddin? Kamu masih shalat, kan? Bapak minta kamu pindah saja ke Akidah,’ Tanpa ingin membohongi, aku langsung menjawab, ‘iya’. Nah, kamu kan tahu sendiri di Ushuluddin ada jurusan akidah filsafat. Jadi aku tidak bohong. Tehnya, Phie. Ayolah diminum dulu,”
“Ya, terima kasih,”
“Nah, cuman beberapa hari setelah itu bapak marah-marah. Dia nelpon lagi, ‘Kurang ajar, kamu berani bohongi bapakmu, ya? Ya, sudahlah. Pokoknya kamu harus bisa menjaga shalatmu’ sepertinya ia tahu kalau akidah yang aku jawab kemarin adalah sebuah jurusan di fakultas Ushuluddin, muangkin ia menanya ke temanku yang baru pulang kemarin, dan aku merasa ngga enak. Dan setelah itu, uang bulananku tersendat. Baru setelah aku minta maaf, bisa lancar lagi,” Lagi-lagi Nadhief harus megangkat Hp-nya. Ada panggilan. Kali ini aku tahu persis pembicaraannya. Setelah mengakhiri pembicaraan di Hp, ia mengajakku.

“Phie, Ke sekretariat yuk. Temen-temen baru sudah datang. Dan katanya aku dapat kiriman dari bapak,”
“O ya, masa sih? Ya, udah yuk, kita berangkat sekarang”

Dan kami pun segera bergegas menuju sekretariat.

***

Di sekretariat sudah banyak teman-teman. Bau harum tembakau Indonesia dengan cengkehnya yang khas semerbak meraba hidung. Dan Nadhief mencari orang yang membawa kirimannya.

“Mas Nadhief, gimana kabarnya? Sampeyan ada kiriman dari bapak’e sampeyan,” sapa seseorang yang nampaknya sudah akrab.

Nadhief membalikkan badan, dan kangen-kangenan pun dimulai.

“MasyaAllah, sampeyan toh, Mas. Duh kangen aku. Gimana kabar Rembang, Mas?”
“Ya, tetap seperti dulu, Mas. O ya, sampeyan ada titipan,”
Dan yang laen langsung meledek si Nadhief. “Wah, dolarnya cair nih,” “Segera slametan,” begitu bercandanya teman-teman sealmamater kami.

Dan lelaki yang membawa titipannya Nadhief datang dengan membawa sebuah bungkusan berkulit kertas koran. Kalau dilihat dari bentuknya, sepertinya isinya adalah buku. Tipis. Dan lelaki itu memberikannya kepada Nadhief.

“Ini, Mas, titipannya”
“Cuma ini thok?” Nadhief bertanya heran.
“iya”

Di situ tertulis ‘untuk Nadhief dari Bapak’. Dan teman-teman yang ada di sana langsung meminta Nadhief untuk segera membuka bungkusan itu. Aku juga. Dan dengan sangat terpaksa, akhirnya Nadhief membuka bungkusan itu. Setelah bungkusan itu dibuka, meledaklah tawa teman-teman. Semuanya tertawa riuh, seperti mengejek. Sedang aku, yang baru saja diceritai oleh Nadhief, merasa terharu. Isi bungkusan itu adalah ‘Tuntunan Shalat’ dengan embel-embel ‘lengkap’ di akhir kalimatnya.

Sekarang aku tahu, mengapa Nadhief menganggap bapaknya istimewa.

------------------------
“Mendidik bukan hanya dengan nasihat saja. Sebab yang menjadi sukses adalah memberikan contoh dengan perbuatan”“Cinta yang sejati tidak terletak pada apa yang telah dikerjakan dan diketahui, namun pada apa yang telah dikerjakan namun tidak diketahui”

Recipe For Happiness

Wednesday, April 04, 2007

2 Heaping cups of patience
1 Heart full of love
2 Hands full of generosity
Dash of laughter
1 Head full of understanding
Sprinkle generously with kindness
Add plenty of faith and mix well.
Spread over a period of a lifetime
And serve everyone you meet.

Tamara

Sunday, April 01, 2007

Saya dibuat kesengsem oleh Tamara Bleszinsky ini. Ya, makhluk ini cukup sempurna. Cantik, manis, sexy, kalem, lembut, mau bekerja keras, dan beberapa sifat yang tidak dimiliki oleh artis-artis lain. Sebenarnya bukan hanya karena itu, itu hanya sampingan saja. Yang membuat saya menjadi sangat terharu, adalah dia itu seorang yang bijak. Ketika ia berpisah dengan buah hatinya, yang sembilan bulan dikandungnya, ia tidak pernah merasa terpisahkan. Kasihnya terhadap si buah hati selalu tercurahkan sepanjang masa.

"Dulu, saya pikir, kalau kita kangen sama orang, kalau kita cinta sama orang, kita harus ketemu. Tapi sekarang, saya sudah bisa memahami bahwa kalau kita cinta sama orang, tidak harus ketemu fisik, tapi bisa lewat doa," ucapnya dengan begitu bijak ketika tampil bersama Tukul Arwana dalam acara Empat Mata.

Gimana? cukup bijak kan? Tamara...Tamara...,seandainya kamu jadi ibu anak-anakku (huek..jadi mau muntah) pasti aku akan sangat senang. Dan dunia ini pasti akan menjadi milik kita berdua.

"Halah, ngapain juga mikirin Tamara. Tamara yang itu mo dikemanaain?"

Empat Mata


Huahahahahahahaa......Asli, acara ini kocak Banget. Tingkah laku si Tukul yang ndeso bikin sakit perut. Ditambah lagi gaya khasnya yang suka nyomot mulut dengan tangan. Huahahahaha. Aku ngga tahan, jadi ketawa lagi. Huahahahaha. Dasar Tukul, Pede Abizz.

Acara ini ditayangin oleh trans 7 setiap hari senin, selasa, rabu, kamis, jum'at. Aku juga taunya nonton di internet, dengan bantuan youtube. Uniknya, walaupun ndeso, artis-artis papan atas tidak menolak untuk dicium oleh Tukul ini. WAh, enak ya jadi Tukul. Jadi tokoh, pencium sejuta artis. Hehehehehe. Tapi bener. Acara ini top abizz. Ya, paling tidak untuk merenggangkan otot yang udah tegang.

Gayanya yang ndesit itu, ternyata benar-benar menjadi sebuah jargon di setiap kumpul-kumpul. Nah, yang paling menjamur adalah ketika akan mengalihkan ke pembicaraan yang serius. Kembali ke Laapp...Tooppp. Bahkan, gara-gara ini juga, anggota DPR jadi mengusulkan agar untuk membeli laptop buat dewan. Bukan saya lho yang ngomong, itu ucapan anggota dewan sendiri ketika menjadi bintang tamu dalam acara Empat Mata, Adji Masaid.

Ya, apapun dan bagaimanapun tanggapan orang, menurut saya acara ini kocak banget, sangat menghibur, dan tentu saja di sana ada pendidikan yang pelan-pelan mulai saya rasakan. Jadi, kalau ada orang yang bilang acara ini tidak ada nilai pendidikannya, saya-lah orang yang pertama tidak setuju. Huahahahahaha

Cerita Sahabat

Ceritanya begini, ketika itu aku dan Nadhief sedang asyik berdiskusi tentang pelajaran di masjid al-Azhar yang berada di dekat kampus. Setelah berdiskusi tentang pelajaran, kita ngobrol tentang keluarga di Indonesia. Nah, kebetulan waktu itu Nadhief bercerita tentang kedua orang tuanya yang baik.

"Bapakku itu baik, Phie. Dan bagiku, dia itu istimewa. Sedang ibukku (k-nya harus dobel, wong jowo) juga baik, tapi tidak istimewa," ceritanya berapi-api.

"Terus," aku hanya mengangguk-anggukan kepala. Dan kemudian ia melanjutkan ceritanya.

" Sejak aku lulus dari pesantren, aku merasa bosan. Suasana rumah tidak mendukung. Malah membuat aku benar-benar bosan sebosan-bosannya. Bapakku itu keras, ndeso, dan taat beribadah. Ibukku lembut, penyayang, tapi kadang-kadang malah keras melebihi ayah. Walaupun begitu, mereka berdua adalah karakter orang tua yang disegani oleh tetanggaku," ia berhenti sebentar. Mengambil permen di dalam tas, dan kemudian menawarkannya padaku.

"Oh, ya. Terima kasih," aku menerima permen itu, dan kemudian mengambil sebiji.

"Iya, hingga suatu waktu, aku duduk di meja kerja Bapak. Di sana ada satu tumpukan kertas HVS yang kira-kira tinggal setengah rim-an. Ada beberapa bolpoin, pensil, dan beberapa peralatan kerja bapak. Waktu itu perasaanku tidak menentu, aku ingin menulis sesuatu. Aku mengambil selembar kertas HVS dan sebuah pensil. Aku mencorat-coret kertas itu hingga terciptalah sebuah gambar yang mirip dengan mobil pick up (mobil dengan bak terbuka). Di bawahnya aku tulisi dengan kalimat-kalimat yang menggambarkan suasana hati dan rumahku saat itu. Aku bosan di rumah ini. Ya, mungkin begitu isi tulisan itu,” ketika sampai pada kalimat itu, seorang teman menyapa kami. Lukman. Seorang yang dianggap sastrawan oleh teman-teman mahasiswa. Sastrawan muda ini memang tidak suka berbasa-basi. Setelah mengucap salam, ia menaruh tas di hadapan kami dan pergi lagi tanpa serius mendengarkan jawaban dari kami.

“Apa ini? Nanti saya jual ke tukang rombeng, ya?” Nadhief meledek. Lukman yang sudah berada di jarak tujuh meter terpaksa berhenti. Dan dengan terpaksa juga ia berkomentar.

“Nitip sebentar, aku mau wudhu dulu,” jawabnya, ringan.

Dan aku, yang sudah dibuat penasaran oleh Nadhief ini menjadi sedikit terganggu.

“Udah, udah... lanjutin ceritanya,” pintaku.

Nadhief membenarkan duduknya, “O ya, sampai di mana tadi?”

“Aku bosan di rumah ini,” jawabku semangat.

“O, iya. Setelah corat-coret, ternyata aku ketiduran di situ. Posisi kertas berada di depanku. Sementara tanganku, aku buat sebagai bantal, menahan dahi kepalaku. Dan aku terkejut, karena ketika aku bangun. Di bawah tulisan yang aku buat itu sudah ada tambahan tulisan lagi yang aku yakin itu adalah tulisan ibu. Tulisan itu berbunyi ‘Kalau tidak kerasan, ya sudah keluar saja’. Waduh, aku jadi tidak enak. Ibukku marah. Tapi karena dasarnya ibukku memang baik, ia tidak pernah memarahiku dengan orangtua-orang tua yang lebih ndeso. Ibukku lebih dewasa dalam memarahiku ketimbang marahnya ke adikku. Marah ibukku hanya dengan diam. Dan inilah yang membuat aku benar-benar jera. Ngga enak didiamin orang tua. Sumpah, waktu itu aku benar-benar merasa nggak enak. Bagaimana kalau seandainya bapak tahu masalah ini. Bisa habis aku. Makanya aku pergi ke rumah paman,” suaranya mulai terasa lemah. Kemudian ia berangkat mengambil sebutir permen dan melahapnya dengan segera. Dan ia pun melanjutkan ceritanya kembali.

“Ya, aku pergi ke paman. Dan aku ceritakan kejadian itu kepadanya. Kemudian pamanku memberikan aku nasehat dan menyarankan aku agar minta maaf sama ibuk(dibilangin, harus pake k). Di sarankan untuk beralasan bahwa itu adalah untuk cerpen. Nah, aku pikir benar juga yang disarankan oleh pamanku itu. Masuk akal, dan sangat inspiratif. tinggal bilang fiksi aja dan minta maaf, begitu saran pamanku. Dan aku langsung pergi ke ibu. Sepertinya ibu waktu itu sangat marah, dan sama sekali tidak meneggurku. Baru aku mendekatinya, kira-kira sudah setengah meter jarak aku dengannya, tiba-tiba ibuk berkata “Jangan katakan itu sebagai cerpen. Jangan katakan itu fiksi. Tidak usah kau beralasan, Ibu sudah memaafkanmu. Asal jangan diulangi lagi,” terang saja aku merasa sangat terkejut. Dan sungguh aku tidak bisa melupakan kejadian ini,” setelah ia mengucap kalimat ini, suara iqomah dikumandangkan. Tanpa pikir panjang, kami langsung berdiri dan mengambil shof untuk shalat dhuhur. Nadhief membawa tas Lukman dan diletakkan di depan tempat sujudnya. Dan kami shalat berjamaah.

Setelah shalat, kami berdzikir masing-masing, dan stelah selesai kami langsung pergi ke kampus bersama-sama. Aku benar-benar tertarik dengan cerita Nadhief. Dia bisa sukses seperti itu, dia bisa melakukan semua hal, sopan dan selalu bertutur lembut. Padahal katanya, bapaknya sangat keras. Aku jadi bingung. Dalam ilmu psikologi, kalau anak dididik dengan kekerasan, maka akan menjadi anak yang keras pula. Aku jadi ingin tahu lebih dalam tentang bapaknya. Soalnya aku juga mau menulis tentang pengaruh hubungan anak dengan orangtua terhadap perkembangan anak.


Bersambung Dulu ya....Mo tidur dulu.