<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d35515654\x26blogName\x3dSeruput\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://seruput.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://seruput.blogspot.com/\x26vt\x3d-8552764801363357580', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>


Pelatihan

Friday, February 23, 2007
Ketika sedang mengikuti sebuah pelatihan yang diadakan oleh sebuah media mahasiswa, aku melihat seorang dara manis. Lalu kudekati dia.

"Hei, bisa kenalan ngga? Siapa namamu?"
"Boleh, namaku Hawa," jawabnya dengan senyumnya yang ramah.

Aku tercengang sebentar, kuperhatikan seluruh tubuhnya. Sempurna. Matanya biru menyala, hidungnya mancung, bibirnya sensual, jari-jarinya lentik, dan bodynya seksi. Kutaksir tingginya 164 dan berat badannya 54 (menurut teman saya, porsi tubuh ideal perempuan itu tinggi badan dikurangi seratus sepuluh sama dengan berat badan. Atau sebaliknya tinggi badan dikurangi berat badan sama dengan seratus sepuluh).

"Kau tidak bertanya, siapa namaku?" tanyaku, sedikit bergurau.
"Ah, itu tidak penting. Aku sudah punya suami. Seorang nabi."
"Hahaha..bisa saja kau bergurau. Mana ada nabi di jaman sekarang atau namanya memang Nabi?"
"Tidak, ia memang seorang nabi. Ia adalah Adam."

Aku kaget bukan main. Mukanya yang serius, membuat aku semakin yakin, bahwa ia tidak sedang bergurau.

"Benarkah kau Hawa yang sering diperbincangkan banyak orang itu?"
"Iya," ia menjawab singkat.
"Aku tidak percaya, Apa kau punya bukti?" tanyaku menyelidik.

Ia tersenyum sejenak, kemudian menjawab, "Aku tidak memaksamu untuk percaya. Yang perlu aku beritahu, memang itulah sebenarnya."

Kulihat dalam-dalam seluruh bagian tubuhnya. Sedikit tidak percaya. Lalu ....

"Sialan...Ternyata kaulah orangnya," emosiku tiba-tiba meledak. Semua orang melihat ke arahku. Dan aku tidak perduli.
"Apa maksudmu?"
"Apa? kau bertanya apa maksudku? Bukankah kamu yang telah membutakan Adam? Apa tanggung jawabmu? Kalau bukan karena kamu, tidak mungkin kita berada di dunia ini? Kalau bukan karena kamu, kita semua sedang berada di Surga. Kau ibu yang tidak bertanggung jawab," cercaku bertubi-tubi. Rasa-rasanya aku ingin meludahinya.

Semua orang tidak lagi memandangku. Semua berubah pandang ke Hawa. Mereka mulai seperti aku. Emosi mereka tak tertahankan. Mereka protes. sama sepertiku. Kulihat Hawa tidak sedikitpun merasa ketakutan. Ia tersenyum, lalu mulai berkata.

"Anak-anakku, kalian jangan menjadi orang bodoh! Dalamilah ilmu kalian! jangan setengah-setengah! Kalian telah dihasut; kalian telah ditipu; kalian telah dibohongi; kalian telah dibodohi. Kalian juga tidak sadar, siapa yang menipu kalian. Tahukah siapa yang telah menipu kalian? Siapa yang menghasut, yang menipu, yang membohongi kalian?"

"Iblis," serentak orang dalam ruangan itu menjawab.
"bukan," Ia menyangkal.

Semua terdiam. Aku juga. Tapi, karena aku penasaran, aku maju ke depan.
"Lalu siapa?" teriakku didepannya.

Ia tersenyum lagi, merapikan kerudungnya, dan kemudian berkata, "Ia itu adalah Media"

Setelah mengucapkan kalimat itu, ia melihat arlojinya, lalu berkata dengan halusnya, "Jangan mudah percaya kepada 'Media'! Maaf, aku pergi dulu. aku takut terlambat."

Dan ia pun berlalu. Semua orang hanya bisa diam. tidak percaya dengan apa yang dialaminya.

"Phie...Phie...Phie, sudah jam sembilan. Katanya ikut pelatihan?" Suara seseorang memanggilku.

Suara itu sepertinya akrab di telingaku. Oh.., baru ingat, aku baru sadar. Hari ini aku harus ikut pelatihan. Aku langsung melompat. Sialan, ternyata hanya mimpi.

Bandwidth Limit Exceeded

Betapa kecewa hati ini ketika membuka sebuah salah satu situs web yang sering aku kunjungi.

Bandwidth Limit Exceeded
The server is temporarily unable to service your request due to the site owner reaching his/her bandwidth limit. Please try again later.

Ya, tulisan itu yang muncul. Duh, padahal kemarin masih aktif. Benar-benar kecewa aku dibuatnya. Ternyata benar, bahwa sesuatu itu akan terasa keberadaannya setelah sesuatu itu tiada.

Makanya, dicoba dulu :D

Sunday, February 11, 2007
Biasa, sebagai seorang teman yang baik. harusnya saling mengunjungi. Silaturhmi. Apalagi kalau ada teman yang sakit. Islam telah mengajarkan bagaimana kita bergaul dengan sahabat, keluarga dan orang lain. Ada sepenggal kisah yang aku sendiri sulit untuk melupakannya.

Kemarin sore, aku bermain ke rumah temanku yang berada di Hay tasi' (kampung sembilan). Seperti biasa, kami pun ngobrol-ngobrol dan bercanda. Namanya juga jarang ketemu, jadi banyak yang diceritain.Ngomong ini, ngomong itu sampai akhirnya kita sepakat untuk mengakhiri obrolan (emang harus ada kesepakatan?)

Dan akhirnya kami pun tidak ngobrol. Semuanya mencari kesibukan masing-masing. ada yang sibuk dengan asap Marlboronya, ada yang sibuk dengan teh hangatnya, dan aku sendiri sibuk dengan komputer. Nah, kalau sudah berada di depan komputer, biasanya aku betah sampai berjam-jam. Apalagi ditemani kopi hangat dengan Cleopatra Super (nama merek sebuah rokok). Hingga tak terasa, waktu tela beranjak malam. Hawa di rumah itu semakin dingin.

Ups, udah maghrib. Aku belum mandi (musim dingin begini biasanya aku mandinya dua kali sehari. Soalnya mandinya harus pakai air hangat. Tanpa babibu aku langsung saja pergi ke kamar mandi. Kebetulan di rumah temanku itu ada penghangat airnya. jadi enak mandinya (di rumahku penghangat airnya rusak. dan kalau mau mandi, biasanya aku memasak air dulu). Sebelum mandi, aku pastikan pintu sudah terkunci rapat, soalnya aku takut diintip, dijepret, dan diposting di Friendster (teman-teman di sini emang suka jahil. Makanya aku takut) Hihihi.

Setelah mandi, badanku jadi segar kembali. Sower aku matikan, berhanduk, dan mulai berpakaian. Namun, aku mendapat musibah besar. ternyata pintunya ngga bisa dibuka. Alamak, bisa berabe nih. Aku berusaha sekuat tenaga untuk membuka pintu itu. "Aduh, kok susah begini ya, padahal nguncinya gampang. Tinggal muter." Merasa tidak mampu, aku mulai mencari akal. mencari benda keras untuk memaksa kunci itu. tapi tetap aja. Nihil.

Merasa kehabisan ide, akhirnya aku teriak. Memanggil-manggil temanku. Aduh...kok ngga ada yang nyahut ya. Huh....sialan. Akhirnya aku berteriak sekencang-kencangnya sambil menggedor-gedor pintu. Ternyata ulahku itu berhasil membuat teman-temanku kalangkabut. masalahnya, mereka juga ngga bisa buka. Namun, berkat keuletan Anung *bukan nama sebenarnya* akhirnya bisa juga kunci sialan itu ditaklukkan.

Aku hanya bisa membayangkan, andai saja waktu itu tidak ada siapa-siapa di rumah itu. Gimana merananya aku. Moga ini menjadi pelajaran berharga. Besok-besok, kalau mau mengunci pintu di coba dulu, biar ngga merasakan asyiknya terkunci oleh ulah sendiri.

Kangen Updet-an

Dalam blog seorang temen *mudah-mudahan dia juga menganggap aku sebagai temannya juga (teman di dunia maya)* menceritakan tentang dirinya yang sedang menyaksikan sebuah perzinaan yang keji, terus dia juga bercerita tentang botol vista yang unik. Di sana ada komentar bahwa cerita Feri itu menjijikkan. Jijik, apa sih jijik itu? Ah apalah itu, aku tidak perlu menjelaskannya. Yang aku pengen komentarin dari blognya Feri itu tentang isinya yang lucu-lucu, seru-seru, dan serba unik. Lumayan buat hiburan, ngocok perut yang mual. Hehehehe.

Suer deh, kadang aku mereferensikan blognya si Feri ke teman-temanku yang pengen ketawa (ngga papa kan Fer?itung-itung aku jadi makelar kamu. Makelar apaan ya?). Ya, teman serumahku jadi ngakak ngga karuan. Ada yang sampe nangis-nangis, terkencing-kencing, ter-eek-eek dan terguling-guling di lantai. Mereka pada ketagihan dengan postingan si Feri. NAh, kalau penyakitnya si Feri kambuh(ngga ngapdate blog) itu yang bahaya. Soalnya teman-teman serumahku pada jingkrak-jingkrak kayak luthung yang lagi kelaperan (kayanya mereka emang kelaparan beneran sih, soalnya aku ngga pernah masak buat mereka.Hehehe).

Pesan moral buat Feri
"Blog-nya di update terus ya, biar teman-temanku ngga jingkrak-jingkrak lagi"

salam dari kairo

Dan Hujan Pun Ikut Berbahagia

Friday, February 09, 2007
Tahun lalu, kau berjanji padaku, bahwa kau akan menikah tahun depan. Waktu itu hujan gerimis. Dan aku pun berkata, “seandainya pernikahanmu disambut hujan, maka aku yakin Tuhan dan seluruh alam telah merestuimu. Mereka akan mendoakanmu agar keluargamu kelak bahagia.” Aku tidak tahu, kenapa kalimat itu keluar begitu saja dari mulutku. Padahal aku hanya bercanda, menghayal sesuatu yang aku tahu itu tidak mungkin. Kau mempercayainya begitu saja sambil berkata, “OK, kita lihat saja. Hujan akan turun dalam pesta perkawinanku.” Aku hanya bisa tersenyum mendengarkan ucapanmu. Lucu, lugu, polos. Aku juga tidak mempercayaimu kalau kau akan menikah di sini, Kairo.

Dua bulan yang lalu, kau mengabari aku bahwa kau akan menikah dengan gadis yang baru akrab denganmu. Aku kira kau hanya main-main saja. Aku salah. Kau tetapkan tanggalnya, tempatnya, dan semua acaranya. Woww, gila saja. Sungguh aku tidak percaya, keputusanmu sungguh cepat. Dan calon istrimu, siapapun tidak bisa memprediksikan bahwa kau akan menikah dengannya. Unpredictable. Kau hebat, Kau peracaya dengan apa saja yang aku ucapkan. Bahkan ucapanku yang aku anggap hanya sebagai lelucon, kau pun mempercayainya. Kau percaya aku sepenuhnya. Sekarang, aku yakin bahwa kau adalah orang yang sangat istimewa. Suatu saat kau pasti akan menjadi orang hebat.

Hari ini, 3 Februari, hari yang kau tetapkan sebagai akad sekaligus pesta perkawinanmu dua bulan yang lalu. Hari yang sangat istimewa bagimu. Sungguh, aku tidak menyangka, perhitunganmu sangat tepat. Gerimis hujan dari tadi pagi tidak berhenti. Sepertinya, hujan ini mengerti kata-katamu. Kata-kata yang kau ucapkan dengan penuh keyakinan. Sepertinya hujan telah merekam kata-kata yang kau ucapkan tahun lalu itu. Sungguh, keyakinan, kemantapan hatimu itulah kekuatanmu. Dan hujan pun ikut berbahagia menyambut hari bahagiamu ini. Sobat, aku tidak akan pernah bisa melupakan kejadian ini. Sampai kapan pun, aku akan tetap mengingatnya. Selamat Menempuh hidup baru, semoga berbahagia. Mudah-mudahan menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah, dan dikarunia anak yang melimpah. Amien..

Kang Habib, Ayat-Ayat Cinta.

Tuesday, February 06, 2007
Kang Habib, begitu beliau akrab disapa. Sebenarnya aku tidak mengenal beliau dengan baik, biasa saja. Aku hanya mengenal beliau lewat karyanya yang laris manis terjual di bumi pertiwi, Indonesia. Di Malaysia juga. Ayat-Ayat Cinta, begitu judul karya beliau. Cover depan Novel yang bergambar seorang wanita bermata indah, dengan sorban yang digunakan sebagai cadar, membuat semua orang merasa penasaran untuk membaca novelnya. Bagiku Novel Kang Habib ini sangat perfeksionis. Kalau anda bertanya kenapa, Aku akan langsung menodong anda bahwa anda belum membaca isi novel tersebut. Atau sudah membaca, tapi belum selesai. Sebenarnya simple saja, cerita itu menceritakan tentang seorang mahasiswa yang merantau ke negeri Seribu Menara, Mesir. Mungkin anda sudah membaca keseluruhan isi novel tersebut, dan tidak setuju dengan penilaianku. Itu sah-sah saja. Makanya, lebih baik aku memberikan sedikit alasan kenapa aku sampai menilai novel itu perfeksionis. Mungkin dengan begitu anda bisa sedikit tahu, Ingat!!! Sekedar tahu saja, Aku tidak membuka layanan protes, toh ini pendapat pribadi dan alasan pribadiku saja. Maka dengan lantang aku menolak itu diprotes, hahahahaha...


Bagiku, novel itu sangat perfeksionis. Karena tokoh utamanya, Si Fahri, selalu berhasil melewati masa-masa sulitnya dengan mudah. Dan lagi, tokoh utamanya dengan begitu mudahnya bisa menjalani S2-nya dengan tanpa rintangan. Semudah itukah di Al-Azhar? Tentu tidak, Ok saya berikan contohnya. Ada sahabat saya yang sudah hampir tujuh tahun belum bisa menyelesaikan study-nya di Al-Azhar. Bukan karena dia malas, bukan karena tidak belajar, bukan karena sibuk di Organisasi, bukan juga karena ngurusin perempuan yang masih belum jadi istrinya, tapi karena sulitnya menemui sang dosen yang membimbingnya. Bodoh, tidak, sahabatku ini bukan orang bodoh, kalau bodoh, tidak mungkin beliau menyelesaikan S1-nya dengan nilai imtiyaz dalam setiap tingkatnya. Mulus, tanpa hambatan. Sahabatku ini sering bercerita, bagaimana sulitnya berurusan dengan pembimbingnya. Sang pembimbing adalah dosen yang sehari di Mesir, sehari di Prancis, sehari di Amerika, dan sehari lagi entah dimana, yang jelas hari-hari lainnya habis dalam perjalanan. Sahabatku ini memang tidak pernah berputus asa, selalu berjuang penuh semangat. Dia merasa yakin, bahwa suatu hari dia pasti bisa menyelesaikan jenjang S2 di al-Azhar juga.


Hingga suatu hari, dia pamit kepadaku bahwa dia akan pulang ke Indonesia. “kenapa?” pertanyaan itu keluar dengan spontan dari mulutku yang kata orang terbilang mungil ini. “Sorry, sepertinya aku tidak bisa melanjutkan studyku. Sepertinya aku harus melanjutkan studyku ini di Indonesia.” Sungguh, aku tidak pernah menyangka bahwa orang setegar dia bisa merasakan hal semacam itu. Dan aku tidak percaya, karena dia adalah seorang mahasiswa yang sopan, tekun, tegar dan penuh semangat. “Kenapa sampai mengambil keputusan seperti itu?” Tanyaku, heran. “Ya, mungkin ini yang terbaik buat saya. Mudah-mudahan ini memang benar-benar jalan yang terbaik bagi saya. Lagian, saya sudah memohon petunjuk kepada yang kuasa. Dan sepertinya, jalan inilah yang ia tunjukkan.” Jelasnya dengan panjang lebar. “Kamu yakin?” Tanyaku, menguji. “bukan sekedar yakin, saya sudah sangat mantap dengan pilihan ini. Karena saya sendiri sadar, salah lebih baik, daripada tidak mengambil keputusan sama sekali. Dan seandainya pilihanku ini salah, mudah-mudahan aku bisa mendapatkan yang lebih baik di Indonesia kelak.” Dengan mantapnya ia menjelaskan.


Aku merasakan kekuatan kalimat-kalimatnya. Dia begitu mantap, hingga aku tidak bisa mengeluarkan satu kalimatpun untuk mengajaknya membatalkan niatnya itu. Aku harus merelakannya. “Ok, Sahabat, jika dengan itu kamu sudah mantap, pulanglah. Aku yakin dengan kemantapanmu itu. Kamu akan menjadi orang sukses. Pergilah, dan jangan sampai lupa niat awalmu.” Dan akupun melepas kepergiannya. Tanpa rasa sedih. Tanpa air mata. Yang ada hanya semangat dan dukungan yang penuh. Selamat berjuang, Sahabat.


Itu hanya satu contoh kecil yang ia ceritakan. Aku yakin, bahwa masih ada misteri lain yang belum ia ceritakan. Ia memilih pulang ke Indonesia, karena dia tidak sanggup lagi hidup di negeri Kinanah ini. Tentu saja karena alasan ekonomi, karena mahasiswa di sini tidak seperti mahasiswa di Australia, atau negeri-negeri lainnya yang dengan mudah bisa bekerja. Dia sudah malu untuk terus minta uang kepada orangtuanya, sementara dia sendiri tidak bisa mendapatkan beasiswa lagi. Dia ingin kuliah sambil bekerja. Agar tidak membebani orang tua. Ya, karena pikiran beliau memang sudah cukup matang untuk berpikir seperti itu. Dia ingin mandiri.


Nah, begitu deh. Walaupun perfeksionis, bukan berarti aku enggan untuk mengangkat jempol buat karya kang Habib ini. Terima kasih Kang, anda telah mengangkat “martabat” mahasiswa al-Azhar. Dan dengan begitu, anda telah memompa semangat Masisir untuk tekun belajar dan terus berkreasi. Doakan kita, ya!!


Akhirnya.....

Saturday, February 03, 2007
Masih ingat tulisanku yang dulu, tentang sebuah ular yang mematok mangsanya. Sekarang, Hari ini, today, in nahardzah, mereka akan melangsungkan akad nikah, nanti ba'da Ashar. Tempatya di Masjid As-Salam Hay el-Asyir, Medinat el-Nasr. Jangan lupa hadir ya. Ternyata mereka ngga maen-maen, ya udah deh....selamat berbahagia, mudah-mudahan dijadikan pernikahan yang sakinah, mawaddah, warahmah, daikarunia anak yang banyak. Amien.