<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d35515654\x26blogName\x3dSeruput\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://seruput.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://seruput.blogspot.com/\x26vt\x3d-8552764801363357580', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>


Riyoyo di Mesir

Friday, October 27, 2006
Bagi yang bukan orang jawa, mungkin judul itu agak membingungkan. Di kamus bahasa Inggris tidak tercantum, di kamus bahasa Prancis juga ngga ada, apalagi di kamus bahasa Arab. Ngga mungkin ada ding. Ya, iya-lah. Orang itu bahasa jawa kok. Yang jelas hanya bisa ditemukan di kamus bahasa jawa. Riyoyo kalau dibahasa Indonesiakan menjadi hari raya. Tentunya bukan hanya untuk Iedul Fitri saja. Ada Riyoyo Natal, Riyoyo Nyepi, de el el. Namun, dalam perkembangannya kita menemukan perubahan makna *penyempitan*. Orang-orang memaknai Riyoyo sebagai hari raya Iedul Fitri dan Iedul Adha *Hari rayanya orang Islam*. Makanya setiap mendengar kata Riyoyo, pasti bayangan kita menuju pada hari raya Iedul Fitri. Hari raya yang selalu rame, yang identik dengan ketupat lebaran *bahkan menjadi icon tersendiri dalam kartu2 lebaran*, opor ayam, baju baru, sepatu baru, motor baru *baru dicuci*, cat rumah baru, Pokoknya semuanya harus terlihat baru. Tul ga?

Nah, sekarang dah tau kan apa itu riyoyo? Paling tidak sebagai pengetahuan umum aja. Oke deh, kita lanjutin dengan cerita seputar lebaran di Kairo. Mau nggak diceritain? *pembacapun langsung pada nyahut* Mau..mau...mauuuuuuuu...*Iya...., ngga diminta juga udah pasti diceritain*

Suasana Kairo, Mesir, Hmm......mang aku udah cerita apa aja tentang Kairo? Belum cerita apa-apa ya? Oke deh. Mari kita memasuki kota Kairo dengan segala pernak-perniknya. Hehehehe....

Dulu, ketika aku belum nyampe ke Kairo *masih di Malang, Indonesia*, bayanganku tentang Negara Mesir adalah negara yag islami banget. Islami? Yang kaya gimana itu? Maksudku seperti jamannya rasul dulu. Orangnya pake jubah semua, ceweknya menjaga auratnya dengan sebaik-baiknya, dan lain-lain. Ternyata aku tuh terlalu lugu..Yah, kalau ngebayangin hal seperti itu *sok lugu itu*. Maklumlah...aku hanya tahu Mesir dengan sungai Nil-nya saja. Yang lainnya tidak. Tau nggak..., dari awal kedatanganku ke sini ini *Mesir*, aku sudah melalui beberapa tahap godaan. Dari yang paling ringan sampe yang super berat *sorry, ga bisa diceritain. Soalnya aku juga bingung mo diceritain dari mana*. Ketika pertama kali kakiku menginjak Mesir *Bandara* aku sudah menemukan banyak hal yang sangat berseberangan dengan bayanganku itu. Memang sih, waktu di pesawat aku tidak memikirkan hal itu. Karena kebetulan aku satu pesawat dengan orang-orang Malaysia yang tujuannya juga menuntut ilmu di bumi kinanah ini. Dan perempuan-perempuannya sangat sopan. Menutup auratnya dengan baik. Bahkan aku melihat, tidak ada satupun diantara perempuan-perempuan itu yang memakai celana jeans *walaupun sebenarnya tidak ada larangan untuk memakai jeans*. Pakaian yang mereka pakai adalah baju kurung dengan jilbabnya yang menjulur sampai ke dada-nya. Namun, ketika aku nyampe di Bandara ini, aku disuguhi dengan pemandangan yang Masya-Allah banget. Hehehehe... pertamanya sih aku mikirnya karena yang seperti itu adalah bule, tapi ternyata orang-orang Arab juga banyak yang seperti itu *berpakaian tapi telanjang –ngerti kan? Kalau ngga ngerti ya udah*. Aduh... aku ngga tau deh, kenapa bisa seperti ini sih. Dada-nya yang super big pasti bikin siapa saja ngga tahan. Udah gitu berbelah lagi. MasyaAllah.... Kemudian aku sedikit menerawang jauh *pantas saja kalau ada yang berpendapat bahwa nafsu juga membatalkan wudlu*. Ada juga sih yang memakai kerudung, tapi tetap saja pakaiannya ketat. Ah, dasar...aku hanya bisa geleng-geleng kepala saja. Aneh.....ternyata Mesir memang menyimpan sejuta keunikan. Pantas kalau temanku menulis *Nil yang Binal –cerpennya orang Rembang--*. “Ah, di sini orang berdandan kaya gitu udah biasa...” ungkap seorang teman. Gilaaa..... ini mah benar-benar gila. Eits, kalau ngomongin itu terus kapan ngomongin Riyoyonya? Ya, udah kita kembali ke Riyoyo.

Suasana Riyoyo di Mesir sangat jauh berbeda dengan suasana Riyoyo di Indonesia. Beda banget deh.. Garing abizzzz. Malemnya ngga ada takbir bareng, apalagi takbir keliling. Di rumah-rumah temen tidak ada yang menyediakan kue lebaran. Kalaupun ada, itu hanya di rumah bapak-bapak pejabat KBRI. Lebih garing lagi aku ga bisa nemuin opor ayam plus ketupat lebaran yang udah menjadi icon khas lebaran itu sendiri *karena ini makanan favoritku kalau lebaran*.

Sebenarnya suasananya sih biasa, kita hanya akan menemukan keramaian di tempa-tempat yang memang udah biasa rame. Kaya di tempat-tempat perbelanjaan dan taman rekreasi. Ngga percaya, silahkan anda pergi ke Atabah, Hadiqoh Azhar, Hadiqoh dauliyah, Wonderland, Star City Mall. Pasti anda aka berdesak-desakan dengan ratusan atau bahkan ribuan manusia. Kalau buat cowok, ajang seperti ini biasanya dimanfaatkan untuk ber’main-main’ dan ber’aksi’. Memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Eits..tunggu dulu, ternyata bukan hanya cowo lho yang kaya gitu. Cewek juga ada..., “ Asyik aja, bisa senggol sana-senggol sini. Heheehe” begitu komentarnya *ngga ngerasa, kalau sebenarnya dia yang disenggol..heheheh :D*.

Kemudian waktu sholatnya, udah pasti rame banget. Soalnya di sini kan 80-90% penduduknya beragama Islam. Udah pasti, shalat tahunan ini pasti rame pengunjung. Nah, di sinilah kita bisa melihat orang Mesir bertakbir menyambut Iedul Fitri. Lucu...itulah kesan pertamaku ketika mendengar orang Mesir bertakbir. Dan aku yakin bahwa setiap makhluk Indonesia akan merasakan hal yang sama denganku kalau mendengar orang Mesir bertakbir. Ya, kira-kira begitu deh suasananya. Kalau di kasih tau banyak-banyak entar malah ngga seru. Udahan dulu Yah!! Maap kalo ngga puas. Soalnya aku bukan alat pemuas.

Maaf Ya!! *Menunggu Kematian*

Monday, October 23, 2006
Alllahu akbar…Allahu akbar…allahu akbar..La ilaha illallah.... Allahu akbar..Allahu akbar walillah al-hamd. Sayup-sayup nada takbir mulai terdengar. Tapi, justru saat-saat seperti inilah aku tidak bisa merasakan sejuknya suasana kemenangan. Ya, aku mengidap penyakit rindu yang berlebihan. Makanya, ketika menjelang Lebaran (idul Fitri) aku selalu sakit. Penyakitnya pun bermacam-macam. Sepertinya badan tidak enak untuk digerakkan, panas mendadak yang berlebihan, panas dingin, dan lain-lain. Sungguh. Ini adalah penyakit rindu yang sampai saat ini aku tidak bisa mengatasinya. Aku tidak berbual. Ini memang benar-benar terjadi sama aku. Bukan cerita bohong seperti dalam sinetron-sinetron cengeng; ini juga bukan fiksi seperti yang ada dalam novel-novel kampungan itu. Ini benar-benar ada dan nyata. Mau percaya atau tidaknya, itu terserah kamu. Saya tidak melarang kamu untuk tidak percaya atau sebaliknya.

Ya, saat aku menuliskan kalimat demi kalimat ini pun badanku masih tidak menentu. Mungkin karena aku memang benar-benar cinta sama keluargaku di rumah, sampai-sampai terbawa sakit. Dan mungkin, ini adalah suatu peringatan dari Allah SWT. Agar aku meminta maaf kepada semua orang. Mungkin saja sebentar lagi aku akan mati, satu detik, dua detik, satu menit, dua menit, atau bahkan seper-sekian detik lagi. Aku sendiri yakin, bahwa kematian itu pasti akan menjemputku. Walaupun aku sendiri tidak tahu kapan kematian itu akan menjemputku. Aku hanya bisa menunggu. Hh...h, tentunya bukan menunggu dengan tidur pulas di atas kasur *seperti yang ada dalam foto itu*, aku ingin mengisi dengan hal-hal yang bermanfaat. Walaupun sebenarnya sangat membosankan. Kadang aku punya keinginan untuk memaksakan diri keluar rumah. Tapi, sakit ini terlalu menyiksa. Aku tidak bisa keluar rumah, cuacanya tidak menentu.

Sekali lagi, buat siapa saja yang belum mendapatkan permohonan maafku melalui lisanku, lewat tulisan ini aku ingin menyampaikan permohonan maaf itu. Akhirnya dari hati yang paling dalam, aku sampaikan "Selamat Hari Raya Iedul Fitri 1427 H. Minal Aidzin wal Faizin. Mohon Maaf Lahir dan Batin. Semoga amal ibadah kita diterima oleh Allah SWT."

Terima kasih buat semua teman-teman yang telah membantu, memberikan dukungan, dan juga mengarahkan aku kepada jalan yang lebih baik. Sungguh, aku tidak akan pernah membalasnya. Nyawaku pun tidak akan ada harganya untuk membalas itu semua. Allah-lah sebaik-baiknya pemberi balasan. Akhirnya, semua yang hidup akan menghadapi kematian, dan akan bermuara pada satu. Tuhan yang sesungguhnya.

Sudah siapkah anda dijemput malaikat maut?

Durhakakah?

"Hallo, Assalamualaikum. Bagaimana kabar bunda? Bagaimana Ayah? Bagaimana adik-adik? Bagaimana keluarga yang lain? Aduh phie kangen nih, Bunda. Besok masakin opor kesukaan Phie, ya, Bunda!!"

Sejak setahun yang lalu, aku tidak lagi menanyakan kabar nenek. Aku merasa tidak enak hati kalau menanyakan hal itu. Walaupun hanya sebatas basa-basi. Ya, setahun yang lalu, nenek yang selalu bersamaku telah pergi menemui Tuhan. Hijrah dari dunia yang pengap menuju alam yang damai. Akhirat. Walaupun aku tidak tahu, bagaimana sebenarnya keadaan akhirat itu, tapi aku bisa tahu dari apa-apa yang digambarkan oleh para ulama. Menurut mereka (ulama), di akhirat itu kita akan kekal (pikiranku berontak; benarkah kita akan kekal? Bukankah hanya Tuhan yang kekal?). Ah, aku ngga mau ambil perduli. Buat apa aku sibuk-sibuk mikirin yang kaya begituan. Mau kekal kek..mau ngga kekal kek..terserah. yang penting, sekarang aku masih hidup. Tinggal jalanin aja yang sudah ada di hadapan mata. Tul ga?? Hehehe

Tapi, sekarang ini aku sungguh merasa berdosa. Sudah hampir dua-tiga bulan aku tidak menghubungi keluarga di rumah. Gila. Padahal mereka sering menghubungi ke sini. Cuman sayangnya tidak pernah sampai ke aku. Kalaupun nyampe, suaraku ngga bisa kedengaran di sana. Setelah itu, putus. Duh, sungguh aku merasa sangat berdosa. Betapa gilanya aku ini; betapa durhakanya aku ini. sungguh aku sangat takut kalau mereka sampai mengklaim bahwa aku telah melupakan keluarga.

Duh, mudah-mudahan sebelum hari raya besok aku bisa menelpon ke rumah. Doain, ya!! Mudah-mudahan semuanya lancar-lancar aja. Soalnya aku lagi kangen berat nih sama keluarga di rumah. Ya Allah, berikanlah aku kekuatan dan kesempatan untuk bisa ngobrol sama orang tuaku. Bukankah engkau memerintahkan kepada seluruh anak, agar tidak membuat khawatir orang tuanya? Jodohkanlah aku dengan orang tuaku *untuk bisa bicara maksudnya. Mang jodoh cuman milik si Dia sama si Diah? Ngga banget ding*.

Udah ah, mo banyak-banyak doa dulu nih. mumpung masih ada waktu untuk berdoa.

Sungai

Sunday, October 22, 2006
Waktu pertama kali aku sampai di Mesir, keinginan pertamaku adalah menyaksikan sungai Nil yang terkenal itu dari dekat. Karena aku sangat mengaguminya. Satu sungai yang bisa menghidupi lebih dari satu negara. Benar-benar mengagumkan. Sedang di negaraku sendiri, banyak sekali. Dan tidak bisa menghidupi rakyat secara keseluruhan.

Keesokan harinya aku mengajak seorang teman untuk menyaksikan sungai Nil. Teman menyarankan, kalau mau lihat yang indah kita pergi saja ke Tahrir. Aku menurut saja karena dia lebih tahu dariku. Dari daerah yang baru aku tahu namanya. Bawwabah Talta (gerbang ke 3) Hay el-‘Asyir. Aku menunggu bis yang menuju ke Tahrir. Kulihat di jalanan. Ternyata banyak orang Mesir yang masih menggunakan mobil tua. Walaupun banyak juga yang memakai mobil keluaran terbaru. Dan yang menurut aku unik, di sini mobil pribadinya model sedan semua. Sedangkan yang model Carry adalah angkutan Umum. Dan model kijang atau Panther dibuat pick up. Sebuah keunikan. Entah bagaimana ceritanya kok bisa seragam seperti ini.

Lama juga kami menunggu bis. Mungkin ada setengah jam lebih. Aku bahkan tidak bisa membedakan bis yang melaju di sini. Karena aku lihat semuanya sama. Tidak seperti di Indonesia, bisa membedakan dengan warna mobil atau kalau bis hanya dengan melihat tulisan besar arah tujuannya saja. “Ayo pi! Cepetan!” ajak temanku tergesa-gesa ketika melihat ada bis jurusan Tahrir. Perjalanan itu sangat mengasyikkan bagiku. Karena aku memang belum pernah berjalan-jalan di sini. Aku lebih banyak bertanya sambil melihat pemandangan sekitar. Karena bagiku Mesir masih asing bagiku. Iseng aku menanyakan alamat rumah dan meminta temanku untuk mencatatnya di sebuah kertas. Aku takut terpisah nantinya. Dan aku tidak tahu harus kemana. Di saat seperti itulah mungkin catatan akan lebih berguna. Apalagi aku tidak mengerti bahasa orang sini. Mereka menggunakan bahasa ‘amiyah dalam bahasa kesehariannya. Walaupun sama-sama bahasa Arab, tapi aku hampir 75 persen tidak bisa memahaminya. Sangat berbeda sekali dengan bahasa arab yang aku pelajari semasa di Pesantren.

Akhirnya kami sampai juga di terminal Tahrir. Kamipun turun dari Bis. Kemudian kami menyusuri jalanan. Banyak sekali orang-orang berlalu-lalang. Benar-benar kota yag sibuk. Waktu menyeberang hampir saja aku diserempet mobil. Gila, benar-benar edan sopir-sopir di sini. Seperti tidak punya perasaan saja. Apa karena saking sibuknya, ya? Sampai-sampai untuk memberikan waktu orang menyeberang saja tidak mau. Ah, mungkin juga karena mereka adalah keturunan Fir’aun yang egois.

Wooooooooooowwwwww, indah sekali. Sangat menkjubkan. Ternyata ini sungai Nil itu. Benar-benar indah. Di situ aku lihat beberapa kapal yang tidak berjalan. Ada juga nelayan yang menata jaringnya. Hebat, jauh sekali dengan sungai-sungai di Indonesia. Airnya bersih, tidak terlihat sampah mengapung di atasnya. Aku jadi ingin berenang. Terjun bebas. Hahahahaha. Bila dibandingkan dengan Indonesia, sangat jauh men. Sungai Indonesia itu sudah berubah fungsinya menjadi tempat pembuangan sampah, airnya keruh dan menjadi coklat. Jijik. Kumuh.

Aku juga senang dengan penataannya. Rapi dan enak di pandang mata. Kalau aku menilai, orang Mesir sangat menghormati sungai. Entahlah, mungkin karena sungai Nil adalah satu-satunya sungai yang bisa dijadikan topangan hidup. Saya tidak melihat satu gedungpun yang membelakangi sungai. Semuanya menghadap sungai. Sangat beda seklai dengan Indonesia. Rumah-rumah yang berada di pinggir sungai seakan-akan malu bila menghadap ke sungai. Mereka membelakangi sungai. Sungai di jadikan sebagai tempat pembuangan, entah itu sampah-sampah dari hasil produksi atau sampah manusia itu sendiri. Sementara di sisi lain, masih ada orang yang memanfaatkan sungai untuk mandi dn mencuci pakaian. Lucu memang, limbah, sampah, semuanya di buang ke sungai. Tapi airnya di buat untuk pengairan, mandi, dan cuci pakaian. Benar-benar gila kalee.Ini yang membuat aku sedikit berpikir. Kenapa Indonesia tidak bisa menghormati dan menghargai sungai. Seandainya Indonesia bisa menjaga sumber kehidupan itu, saya yakin banjir tidak akan menghantui warga.

Selain itu masih ada lagi penghormatan yang diberikan kepada sungai. Di sepanjang aliran sungai ini terdapat pagar besi. Di trotoar jalan di sediakan tempat duduk. Aku cukup senang, karena bisa menikmati keindahan sungai Nil. Kalau anda punya gebetan, mungkin di sinilah tempat yang romantis. Untuk sekedar berduaan. Hahahahaha. Asyik juga tuh....

Selamat Menempuh Hidup Baru 2 Mido

Tuesday, October 17, 2006

Wow.. Fantastik banget. Saya jadi terkaget-kaget, terharu-biru, dan juga terheran-heran. Ternyata perempuan yang bernama Hamidah Aprilia telah berubah style berbusananya. Kalau kemarin-kemarin kita masih bisa melihat senyumnya, raut mukanya *lagi sedih atau seneng*, sekarang sudah tidak bisa lagi. Sebenarnya saya sudah mendengar 'kabar burung' ini dari teman-teman. Saya sempat tidak percaya alias 'mboten ngimani' berita itu. Banyak tanda tanya yang terbersit di ubun-ubun kepala saya. Kok, bisa manusia yang dulunya 'biasa saja' sekarang sudah 'malu-malu' dengan apa yang ada di wajahnya. Kemudian saya pun sedikit berpikiran nakal. Jangan-jangan beliauwati punya jerawat yang 'terpaksa' harus disembunyikan; jangan-jangan beliauwati kehilangan batang hidungnya yang membuatnya malu; jangan-jangan beliauwati kehilangan 'gigi kelincinya' yang memang seperti gigi kelinci itu; atau jangan-jangan beliauwati hanya takut wajahnya kedinginan karena musim dingin telah mulai terasa *sorry, just a joke*. Mudah-mudahan tidak demikian adanya.

Pada buletin Bulletin-bulletinan, pernah sahabat saya menulis sebuah artikel yang cukup menarik. Judulnya pun agak nyentrik "Cadar Kemerdekaan". Tulisan itu terlahir karena ada fenomena yang memang sangat menarik untuk dicermati waktu itu. Yaitu sistem keamanan Mesir yang mulai terombang ambing. Setelah Bom yang meledak di Hussein, Tahrir, kemudian bom itu menyalak kembali di Syarm Syeikh. Tempat yang dianggap oleh kalangan Ikhwan Muslimin dan sejenisnya sebagai 'surga' bagi para pecinta syahwat. Wajah Mesir 'cemang-cemong' di pentas dunia. Negara yang sangat kental dengan nuansa militernya ini ternyata masih bisa 'keprucutan' atau 'kecolongan'. Pemerintah kelabakan untuk mencari biang kerok dari peristiwa ini. Kemudian, dengan dalih mencari biangnya, sahabat-sahabat Ikhwanul Muslimin dan juga kawan-kawan yang punya style ikhwan (berjenggot, bercadar, de el el) pun menjadi perhatian khusus. Mereka diintai. Gerak-geriknya selalu diawasi di mana pun mereka berada. Kairo, Thanta, Mansurah, Alexandria, dan daerah-daerah lain dijaga ketat. Sampai-sampai KBRI pun ikut-ikutan sibuk memberikan 'warning' kepada mahasiswa-mahasiswi agar berhati-hati. Karena di sini (baca; Mesir) untuk menggeledah atau menangkap seseorang tidak memerlukan surat penangkapan. Bahkan di beberapa tempat, juga terjadi penggeledahan dengan menyingkap cadar yang dikenakan oleh para pemakai cadar. Bahkan ada mahasiswa di Mansurah yang ditangkap karena dicurigai sebagai 'teroris'. Namun, akhirnya bisa lepas dan bebas setelah ditangani oleh pihak KBRI.

Aksi sembrono yang dilakukan oleh petugas keamanan itu membuat keamanan privacy terganggu. Khususnya bagi mereka yang mendapatkan 'perhatian khusus'. Kemudian, sebagai imbas dari itu semua adalah ketakutan para pemakai cadar *orang Indonesia* yang merasa keamanan dan keselamatannya terancam menjadi resah. Satu per satu cadar itu terlepas. Seperti rontoknya dedaunan di musim gugur. Cadar itu dicampakkan.

Pada dasarnya, Cadar itu memang bukanlah sebuah syariah yang harus dijalankan. Layaknya pakaian dalam, perhiasan atau asesoris lain yang sah-sah saja dipakai atau tidak dipakai. Tidak ada yang boleh melarang atau mewajibkan. Itu kalau mau berdasarkan HAM. Hehehehe. Kebebasan berekspresi, sebuah kebebasan mau bertingkah polah seperti apa saja asal tidak membahayakan lingkungan sekitar dan lingkungan lainnya *termasuk yang berada dalam lingkungan tersebut, alam dan juga para penghuninya*. Sangat sulit kita menemukan justifikasinya dalam al-Qur'an ataupun as-Sunnah. Walaupun juga ada ulama yang mewajibkan bercadar. Ada satu ayat dalam surat al-Ahzab yang berbunyi "Wa idza Saaltumuuhunna Mata'an Fassluuhunna Min Waraai Hijaab". Ayat ini oleh beberapa ulama dicoba ditafsirkan sebagai pewajiban pemakaian hijab *cadar*. Namun, dalam hal ini mereka juga sepakat, bahwa pewajiban *memakai cadar* itu –menurut ayat ini- hanya diperuntukkan kepada istri-istri nabi. Justru dari ayat ini juga lahir sebuah apologi yang kenyataannya memang sulit umtuk dibantah, "emang kita nggak boleh berlaku seperti istri-istri nabi?" bukankah ummahatul muslimin merupakan tuladha buat para perempuan Muslimah. Apakah seorang anak dilarang berlaku seperti ibune? Jadi, secara implisit memang tidak ada ayat dalam Al-Qur'an dan as-Sunnah yang mewajibkan pemakaian cadar. Setunggal malé, nganggo cadar niku mboten perkoro kang dilarang. Titik.

Hubungannya dengan interaksi sosial, orang beranggapan bahwa menggunakan cadar adalah sebuah nilai ibadah dalam menjaga 'kehormatan' wajah. Karena tidak ingin membagi-bagikan wajah ayunya kepada semua lelaki. Makanya mas Faizin bilang kalau orang yang memakai cadar itu licik. Bisa melihat, tapi tidak bisa dilihat *emang hantu*. Pengaruhnya juga kepada anggapan, bahwa orang yang bercadar adalah orang-orang yang mau beragama secara kaffah. Padahal tidak demikian, bukan? Malah, mereka akan kesulitan dalam setiap pertemuan. Ketika harus menyantap hidangan, atau minum tanpa sedotan.

Pernah saya mendengar dari seorang senior *sudah berkeluarga*, juga pernah dari bapak-bapak, bahwa sekarang ini kesan bagi pemakai cadar sudah mulai 'anjlok'. Hal ini dikarenakan sikap si pemakai cadar yang dinilai jauh dari 'topeng' tersebut. Mereka bercadar, tapi tetap saja jalan berdua dengan bukan muhrimnya; bercadar, tapi kedapatan nongkrong di kafe *sudah di cek bahwa mereka bukanlah muhrim*. Memang tidak selamanya berdua itu berbuat yang tidak baik; tidak semuanya yang nongkrong di kafe itu ngedate, pacaran atau sejenisnya. Namun, pantaskah hal demikian dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswi al-Azhar. "Kalau saya sih ndhak papa" *meniru gayanya Bimo dalam Jomblo*.

Menurut saya, memakai cadar adalah sebuah kemerdekaan. Siapapun boleh memakai atau tidak memakainya. Sama dengan memakai pakaian dalam, tidak ada yang melarang anda mau memakainya atau tidak. Karena hal itu adalah hak bagi setiap orang. Hak Pribadi, dan ini dilindungi. Jadi, saya tidak setuju sama orang yang melarang-larang ataupun mewajibkannya. Biarkanlah perempuan itu mengekspresikan 'Hak Pribadinya' *tanpa melewati garis syari'at tentunya*. Ya, kalau orang boleh pakai rok mini, boleh pakai helm teropong, boleh pakai kacamata, boleh pakai topi, dan boleh pakai yang lain-lainnya, kenapa harus melarang yang satu ini *cadar*. Bercadar adalah pilihan dan suatu keharusan bagi calon penggunanya untuk melakukan proses berfikir yang panjang dan 'jero' sebelum memakainya.

Kepada Allah-lah kembalinya segala urusan. Tidak ada daya untuk menjauhi kemaksiatan dan tidak ada kekuatan untuk melakukan ketaatan kecuali dengan pertolongan-Nya.Akhirnya, untuk Hamidah. Silahkan berkomitmen pada prinsipmu!! Selamat menempuh hidup baru *bercadar*. Chayo. Aza-aza fighting.... *kata-kata penyemangat di SBI*


============================
Sorry, untuk catatannya saya hanya mau nerjemahin yang sulit dimengerti oleh yang bukan orang jawa.
- mboten ngimani : Tidak percaya / tidak mengimani
- Tuladha : Contoh
- Setunggal malé, nganggo cadar niku mboten perkoro kang dilarang : sekali lagi, memakai cadar itu bukanlah hal yang dilarang.

Mengejar Jejak

Monday, October 16, 2006
Duh, sekarang aku dah jarang tampil di depan internet. kalaupun tampil itu seperlunya aja. soalny aku dah beberapa hari ini ga pulang. Pengennya sieh, ngupdate blog tiap hari. kasian temen-temen yang udah ngunjungin, Eh...ga taunya ga da yang baru. Hik...hik... kasian donk!!Yah, ini sekedar coretan iseng aja. Boleh dibaca, boleh juga ngga. tapi kalo ngga mbaca, rugi lho.
Aku ceritain aja tentang diriku yang 'Gimanaaaa gitu' ?? banyak orang sulit menebak kepribadianku. Ah, terlalu pribadi itu. Gimana kalo aku ceritain tentang masalah laluku. OK deh. Setuju. kalo begitu, action.
Awalnya, aku tuh orangnya pendiem banget waktu masih kecil. Waktu aku masih berusia 5 tahun, aku disekolahkan di sebuah taman kanak-kanak. Di situ aku bisa menikamati masa kecilku. Wah, pokoknya seru abiss. Tapi, tanpa alasan yang jelas, akhirnya aku minta untuk tidak bersekolah. bosen. jadi aku sekolah TK satu atau dua bulan-an gitu deh. menginjak usia yang ke enam, orang tuaku berhasrat untuk menyekolahkanku ke sekolah dasar. cuman aku menolak mentah-mentah. tanpa alasan juga. Orang tuaku hanya bisa menuruti kemauanku (padahal au juga diganjar habis-habisan. emang dasarnya bandel kali ya, aku tetep ga mau). Nah, menjelang usia yang ketujuh aku dipaksa sama orang tua utuk bersekolah. lagi-lagi aku menolak. "ngapain sekolah? wong yang sekolah aja pinteran saya kok!," sebenarnya jawaban itu tidak pantas aku lontarkan kepada orang tua. Sambil teriak-teriak lagi. betapa durhakanya aku ini. akhirnya nyampe pada suatu masa di mana aku benar-benar kesepian. teman-teman yang biasanya bermain denganku kini sudah ga da lagi. Mereka semua pergi ke sekolah. Sedang aku sendirian ga da teman. Akhirnya aku ngomong sama ortu untuk disekolahkan. Tentu saja ortu merasa senang karena yang minta sekolah aku sendiri. Akhirnya, pergilah aku ke sekolahan sama mama.

Langsung saja, mama pergi ke ruang kantor guru bersamaku. di sana sudah ada seorang guru yang ternyata adalah kepala sekolahnya. Sebenarnya sekolah sudah berjalan sekitar tiga bulan. sehingga banyak pertimbangan yang membuat kepala sekolah itu tidak menerima aku sebagai siswa. Diantaranya pertimbangan usiaku yang udah tua, ditambah lagi dengan akan adanya ujian cawu ke-I. Aku masih ingat banget nama ujian tersebut. THB. iya, Tes Hasil Belajar. Grhh.......mendengar semua itu aku mendadak jengkel. Entahlah, air mataku langsung tidak bisa terbendung lagi. wuaaaaaahhhh.......aku langsung menangis sejadi-jadinya di
kantor kepala sekolah itu *kok bisa ya, aneh deh*. Hingga tanpa perhitungan aku merobohkan sebuah kursi dan menimpa meja yang diatasnya ada kacanya. Terang aja kaca itu pecah. Si kepala sekolah kelimpungan. Tapi tetap saja dia mempertahankan untuk tidak menerima aku. 'Sial' batinku menyumpahi. mamaku pun 'ngelem' aku. Dan aku pun diam. setelah itu dia menyarankan mamaku untuk nyekolahin aku di sekolah dekat situ. sekolahnya sih bukan sekolah favorit. Sekolah kecil (tapi ga kecil-kecil banget). Terang aja aku ga mau. Aku minta dicariin sekolah lain. Dalam beberapa minggu mama sama ayah ngga bisa nembus. Biasalah, ortu saya bukan orang yang punya background pendidikan yang layak. SR (Sekolah Rakyat) aja ga lulus. Akhirnya,akupun menerima untuk sekolah di sekolah yang ga terkenal dan juga ngga favorit itu. Aku masuk langsung kelas satu. ya iyalah, emangnya mo langsung kelas berapa? Waktu berjalan dengan cepat. Kebolehanku mulai terbaca. Terbukti dengan prestasi kelas satuku. aku bisa langsung menjadi 'number one' Gila ngga? padahal aku ga pernah belajar. dan inilah awal mulanya aku dikenal oleh semua guru-guru di sana. Kemampuanku pun mulai dilirik. sampai pada kelas tiga wali kelasku (Bu Nonok yang istrinya seorang ABRI) meminta aku untuk
mengikuti lomba. Mewakili sekolah. Aku dibebani pelajaran yang dianggap momok oleh siswa-siswa lainnya. Mata pelajaran Matematika.
Sekolah kami mengutus hanya beberapa orang. yaitu dalam bidang matematika (aku sendiri -tunggal-), PMP -Pendidikan Moral Pancasila- (Siti _lupa nama lengkapnya_ berdua dengan Setianing), IPA (Santi -cewek yang pertama kali dapet kiss dariku*padahal waktu itu masih kelas tiga SD, Kok dah ngerti gituan ya?* Nanti akan ada cerita sendiri tentang cewek satu ini, berdua dengan Oki), IPS (Diah Martha -cewek beragama kristen yang lumayan manis- bertiga dengan Yuli dan Anis).

Nah, lombanya ini kan satu kota. Semua SD satu kota Malang mengikuti lomba cerdas cermat ini. Dan Tentunya sekolahanku ini tidak diperhitungkan sama sekali sama sekolah-sekolah lain. Baru aku sadar, di sini ini adalah kesempatanku untuk menunjukkan diriku. Aku melihat kepala sekolah yang dulu menolak menerima aku itu di depan sebuah kantor. Beliau sedang asyik ngobrol dengan guru-guru dan kepala-kepala sekolah lainnya. Setelah melihat Kepala sekolah menyebalkan itu, aku baru tersadar bahwa aku sama sekali belum membuka-buka mata pelajaran yang aku ikuti ini *ini adalah kebiasan burukku di SD dan SMP. ngga pernah belajar, tapi aku selalu mendengarkan keterangan dari guru. Hasilnya ngga mengecewakan kok. selalu yang teratas --bukan mo nyombong ni yee, Ups--*.

Ya, kepala sekolah itu membuat aku bernafsu untuk memenangkan lomba ini. Akhirnya buku yang sedari tadi selalu ngumpet di dalam tas itu aku keluarkan semuanya *ada enam buku. wuihh...padahal waktunya tinggal sejam thok...* Setelah membuka-buka, ternyata aku seperti mengerti semuanya. Yang belum, mungkin hanya pelajarn kelas empat *aku kan masih kelas tiga*. Tapi aku bisa sedikit lega karena soal untuk mata pelajaran kelas empat hanya 10%. berarti yang lain bisa aku lahap semuanya. Sebenarnya aku ngga belajar teori. Ketika pelajaran berlangsung, aku selalu mendengarkan. Itu saja kuncinya. Trus, abis itu aku mang suka kreatif *kata temen-temen*, aku selalu menggunakan pelajaran dalam keseharian. Selalu mengandaikan ini dengan itu. dan selalu membuat semacam obrolan santai yang menjurus pada pelajaran *tentunya pelajaran yang aku cintai, Matematika* Dan sampai kapanpun aku akan tetap cinta Matematika. I love it. Huahahaha...Fanatik ni...Yee
Bel tanda masuk anak matematika sudah dibunyikan. Itu tandanya, aku sudah harus memasuki ruangan. Santi menyalamiku dan mendoakanku, "semoga sukses" begitu ucapnya. Diah pun ikut-ikutan menyalamiku *good luck*. Aku selalu iri dengan teman-temanku yang beragama kristen. Mereka sudah bisa bahasa Iggris dari kecil. Sedang yang beragama Islam, hanya sedikit yang bisa bahasa Inggris. Itupun hanya sekadar say Hello, good morning, de el el. Yang lain juga ikut-ikutan menyalamiku. Nah, yang terakhir adalah Guruku yang juga wali kelas empat. Bu Lilik *guru Muda yang juga istri seorang ABRI*. Dia memelukku dan mengecup keningku *sama seperti yang dilakukan ibuku kalau aku mo pergi jauh*. Beliau membisikkan "Kamu pasti bisa," entahlah seperti mendapatkan energi jutaan kalori, aku mendapatkan sebuah semangat baru. Kemudian beliau menjanjikan akan membelikan aku Es krim kalau aku bisa memenangkan lomba ini *biasa aku kan dulu suka beli Es krim, jadi diiming-imingi juga sama Ibu guru yang cerdik ini*. Dan aku pun membawa harapan mereka ke dalam ruangan lomba.

Dalam Perlombaan, nampaknya aku paling Pe-De. aku hanya menyediakan buku oretan yang sebelumnya sudah diperiksa oleh panitia, Pena, penggaris dan pensil *soalnya, yang lain bawaannya banyak banget*. Aku juga ngga lupa memasang jam di depan bangku, biar ingat kalau waktunya terus berjalan.

Fiuh...kayanya ceritanya entar disambung lagi deh. soalnya aku harus keluar dulu. Sorry banget ya...Aku janji untuk nerusin.