<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d35515654\x26blogName\x3dSeruput\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://seruput.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://seruput.blogspot.com/\x26vt\x3d-8552764801363357580', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>


Selamat Hari Ibu

Saturday, December 22, 2012
Tak banyak yang ingin aku sampaikan di 22 Desember ini. Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih tak terhingga atas perjuanganmu, Ibu. Terima kasih atas kasih sayangmu yang tanpa batas itu.

Ibu, aku tak pernah mendengarmu mengeluh sedikitpun atas semua persoalan-persoalan yang kau hadapi. Persoalan rumah tangga yang complicated, aku yang bandel, adek-adek yang begitu manjanya, sampai pada persoalan ekonomi kita yang tiba-tiba runtuh di tahun 2006-2007. Ayah yang tiba-tiba shock dengan keadaan itu pun langsung tak berdaya. Tapi engkaulah kunci dari itu semua. Sosokmu yang begitu bersemangat dan tak pernah menyerah, menjadi inspirasi bagi keluarga.

“Hidup itu sederhana saja, yang paling penting dari hidup ini adalah, kemauan kita untuk berjuang. Karena pada hakikatnya, Hidup adalah perjuangan dan gairah kerja. Jadi kalau orang tidak mau berjuang dan bekerja,  tandanya orang itu sudah bersalaman dengan kematian,” Nasehatmu pada suatu ketika.

Mendengar nasehatmu yang panjang waktu itu, aku merasa bahwa aku sedang mendapatkan kuliah dari seorang dosen terkemuka di Universitas terkemuka. Aku merasakan, bahwa dirimu bukanlah seorang ibu yang tidak lulus sekolah rakyat itu, dirimu bukanlah seorang ibu yang tak mempunyai selembar ijazah pun itu.

Ibu, mau atau tidak mau, kau adalah pahlawanku. Kau yang membesarkanku. Aku tidak bisa memberikanmu apa-apa. Bahkan prestasi-prestasi kecilku yang dari kecil itu pun, belum apa-apa. Walaupun itu bisa membuatmu bangga, aku masih merasa belum berbuat apa-apa.
Sekarang, setelah aku banyak belajar, dari bangku SD, SMP, SMA/Aliyah, Universitas, dan beberapa pengalaman, serta buku-buku bacaan. Aku baru tahu, bahwa apa yang kau nasehatkan itu, senada dengan apa yang ditulis oleh orang-orang besar. Bahwa hidup itu harus berjuang, bahwa hidup itu bekerja, bahwa hidup itu….. Aku tak mampu melanjutkan kalimat-kalimat itu. Air mataku tiba-tiba jatuh.

Mengingat perjuanganmu yang luar biasa itu,
mengingat waktu aku pergi dari rumah dan kau berkali-kali pingsan,
mengingat tangismu ketika mengiringi kepergianku ke benua lain,
mengingat ketika engkau terpaksa mengizinkanku pergi ke kota ramai ini,

Aku merasakan bahwa dunia ini tak ada artinya selain melihat kebahagiaanmu. Selain melihat dirimu selalu tersenyum dan berbangga dengan anak-anakmu. Maafkan aku jika aku tidak bisa berbakti secara maksimal.

Maafkan aku Ibu, Jika aku masih begitu mudah marah terhadap kondisi, padahal kau mengajariku untuk selalu bersabar. Maafkan aku Ibu, jika aku masih terbelenggu rasa malas, padahal kau sudah mengajariku untuk selalu bergairah dalam belajar dan bekerja. Maafkan aku ibu, jika aku masih kurang maksimal dalam beribadah, padahal kau selalu mengajariku bahwa ibadah itu nomor satu dan tak boleh lalai. Maafkan aku ibu, jika aku belum bisa memberikanmu menantu yang baik, sholihah, sederhana, dan taat kepada orang tua.

Aku merasa sangat bersyukur karena aku memiliki ibu sepertimu.

Banyak orang lain yang saat aku menulis ini, ia sudah tidak punya ibu lagi. Ibu mereka sudah berada di surgaNya. Dan mereka hanya bisa mengenang ibu-ibu mereka dari kenangan yang pernah mereka lalui bersama ibu mereka. Melalui album foto, catatan-catatan, atau pun kenangan dalam ingatan. Kenangan-kenangan yang begitu detail tentang sosok ibu mereka, bau ibu mereka di gelas-gelas teh yang pernah disuguhkan untuknya, berjuta-juta kerinduan yang selalu mereka simpan di dada. Dan setiap kali mereka mengingat kenangan itu, mereka selalu meneteskan air mata.

Ya, aku masih sangat bersyukur, bahwa aku masih memilikimu, Ibu. Yang tak pernah selesai dalam mendoakan keselamatanku. Yang tak pernah absen dalam berpuasa di hari lahirku.

Terima kasih Ibu.
Selamat Hari Ibu

12-12-12

Wednesday, December 12, 2012
Tanggal cantik 12-12-12. Cantik, karena semua angka itu jika dijumlahkan menjadi angka 9. Kalau kata orang dulu, angka keberuntungan. Seperti hari lahirku, yang dalam hitungan jawa berjumlah 9. Tapi apa benar begitu? Yang aku percayai tentu saja bukan itung-itungan itu, tapi yang aku percayai adalah ketentuan Allah. Ketentuan yang tak mungkin bisa diintervensi oleh siapapun, seperti soal kiamat itu.

Mari segera kita tinggalkan Desember, tatap lebih jauh, berfokuslah, karena 2012 bukanlah kiamat yang diramalkan orang-orang yang berkeyakinan tak berkelas itu.

Dua tahun berlari begitu cepat. Tak terasa, ternyata dua tahun juga aku berada di kota ramai yang kering ini. Dan ia yang telah bersenang tak mungkin lagi mau bersusah seperti dalam ceritera. Sedayanipun sampun rampung. Ngapunten. 

Layaknya Nabi Ibrahim, mau atau tidak mau, kita sama-sama 'harus' tetap berkurban. Demi cinta kita kepada orang tua kita. Demi cinta kita kepada Allah. Cinta yang hakiki. Dan itulah yang harus selalu kita pegang.  

Sekarang, di kota ramai ini, semoga wajahnya yang jernih dapat menyejukkan hati ini. Akan aku ajak ia menuju titik, dimana beda bisa menjadi penyempurna, salah menjadi pelajaran, dan lelah menjadi amal kebaikan.

Aku ingin sepenuh hati untuknya. Hanya untuknya. Ya, untuknya yang sederhana, untuknya yang siap bermain susah dan juga berani senang. Aku akan persembahkan seluruh jiwa dan nafas ini, dengan segala kekurangan yang ada dalam diriku.

Wahai engkau yang berwajah teduh, mendekatlah. Tak usah kau risaukan tentang sejarahku dan sejarahmu. Karena sejarah, nilai tertingginya adalah pelajaran. Kita sama-sama belajar dari pengalaman-pengalaman kita dalam meniti hidup. Mari kita tapaki lika-liku kehidupan yang sesungguhnya.

Aku tahu, setiap manusia mempunyai kehidupannya sendiri. Dan kita akan memulainya. Dengan kehidupan yang serba baru. Dengan wajah yang lebih ceria, dengan senyum yang lebih ranum, dan dengan cinta yang selalu menyala.

Tundukkanlah hatimu, raihlah hatiku, kita bersama menuju ridhonya.