<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d35515654\x26blogName\x3dSeruput\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://seruput.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://seruput.blogspot.com/\x26vt\x3d-8552764801363357580', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>


Cerita Sahabat

Ceritanya begini, ketika itu aku dan Nadhief sedang asyik berdiskusi tentang pelajaran di masjid al-Azhar yang berada di dekat kampus. Setelah berdiskusi tentang pelajaran, kita ngobrol tentang keluarga di Indonesia. Nah, kebetulan waktu itu Nadhief bercerita tentang kedua orang tuanya yang baik.

"Bapakku itu baik, Phie. Dan bagiku, dia itu istimewa. Sedang ibukku (k-nya harus dobel, wong jowo) juga baik, tapi tidak istimewa," ceritanya berapi-api.

"Terus," aku hanya mengangguk-anggukan kepala. Dan kemudian ia melanjutkan ceritanya.

" Sejak aku lulus dari pesantren, aku merasa bosan. Suasana rumah tidak mendukung. Malah membuat aku benar-benar bosan sebosan-bosannya. Bapakku itu keras, ndeso, dan taat beribadah. Ibukku lembut, penyayang, tapi kadang-kadang malah keras melebihi ayah. Walaupun begitu, mereka berdua adalah karakter orang tua yang disegani oleh tetanggaku," ia berhenti sebentar. Mengambil permen di dalam tas, dan kemudian menawarkannya padaku.

"Oh, ya. Terima kasih," aku menerima permen itu, dan kemudian mengambil sebiji.

"Iya, hingga suatu waktu, aku duduk di meja kerja Bapak. Di sana ada satu tumpukan kertas HVS yang kira-kira tinggal setengah rim-an. Ada beberapa bolpoin, pensil, dan beberapa peralatan kerja bapak. Waktu itu perasaanku tidak menentu, aku ingin menulis sesuatu. Aku mengambil selembar kertas HVS dan sebuah pensil. Aku mencorat-coret kertas itu hingga terciptalah sebuah gambar yang mirip dengan mobil pick up (mobil dengan bak terbuka). Di bawahnya aku tulisi dengan kalimat-kalimat yang menggambarkan suasana hati dan rumahku saat itu. Aku bosan di rumah ini. Ya, mungkin begitu isi tulisan itu,” ketika sampai pada kalimat itu, seorang teman menyapa kami. Lukman. Seorang yang dianggap sastrawan oleh teman-teman mahasiswa. Sastrawan muda ini memang tidak suka berbasa-basi. Setelah mengucap salam, ia menaruh tas di hadapan kami dan pergi lagi tanpa serius mendengarkan jawaban dari kami.

“Apa ini? Nanti saya jual ke tukang rombeng, ya?” Nadhief meledek. Lukman yang sudah berada di jarak tujuh meter terpaksa berhenti. Dan dengan terpaksa juga ia berkomentar.

“Nitip sebentar, aku mau wudhu dulu,” jawabnya, ringan.

Dan aku, yang sudah dibuat penasaran oleh Nadhief ini menjadi sedikit terganggu.

“Udah, udah... lanjutin ceritanya,” pintaku.

Nadhief membenarkan duduknya, “O ya, sampai di mana tadi?”

“Aku bosan di rumah ini,” jawabku semangat.

“O, iya. Setelah corat-coret, ternyata aku ketiduran di situ. Posisi kertas berada di depanku. Sementara tanganku, aku buat sebagai bantal, menahan dahi kepalaku. Dan aku terkejut, karena ketika aku bangun. Di bawah tulisan yang aku buat itu sudah ada tambahan tulisan lagi yang aku yakin itu adalah tulisan ibu. Tulisan itu berbunyi ‘Kalau tidak kerasan, ya sudah keluar saja’. Waduh, aku jadi tidak enak. Ibukku marah. Tapi karena dasarnya ibukku memang baik, ia tidak pernah memarahiku dengan orangtua-orang tua yang lebih ndeso. Ibukku lebih dewasa dalam memarahiku ketimbang marahnya ke adikku. Marah ibukku hanya dengan diam. Dan inilah yang membuat aku benar-benar jera. Ngga enak didiamin orang tua. Sumpah, waktu itu aku benar-benar merasa nggak enak. Bagaimana kalau seandainya bapak tahu masalah ini. Bisa habis aku. Makanya aku pergi ke rumah paman,” suaranya mulai terasa lemah. Kemudian ia berangkat mengambil sebutir permen dan melahapnya dengan segera. Dan ia pun melanjutkan ceritanya kembali.

“Ya, aku pergi ke paman. Dan aku ceritakan kejadian itu kepadanya. Kemudian pamanku memberikan aku nasehat dan menyarankan aku agar minta maaf sama ibuk(dibilangin, harus pake k). Di sarankan untuk beralasan bahwa itu adalah untuk cerpen. Nah, aku pikir benar juga yang disarankan oleh pamanku itu. Masuk akal, dan sangat inspiratif. tinggal bilang fiksi aja dan minta maaf, begitu saran pamanku. Dan aku langsung pergi ke ibu. Sepertinya ibu waktu itu sangat marah, dan sama sekali tidak meneggurku. Baru aku mendekatinya, kira-kira sudah setengah meter jarak aku dengannya, tiba-tiba ibuk berkata “Jangan katakan itu sebagai cerpen. Jangan katakan itu fiksi. Tidak usah kau beralasan, Ibu sudah memaafkanmu. Asal jangan diulangi lagi,” terang saja aku merasa sangat terkejut. Dan sungguh aku tidak bisa melupakan kejadian ini,” setelah ia mengucap kalimat ini, suara iqomah dikumandangkan. Tanpa pikir panjang, kami langsung berdiri dan mengambil shof untuk shalat dhuhur. Nadhief membawa tas Lukman dan diletakkan di depan tempat sujudnya. Dan kami shalat berjamaah.

Setelah shalat, kami berdzikir masing-masing, dan stelah selesai kami langsung pergi ke kampus bersama-sama. Aku benar-benar tertarik dengan cerita Nadhief. Dia bisa sukses seperti itu, dia bisa melakukan semua hal, sopan dan selalu bertutur lembut. Padahal katanya, bapaknya sangat keras. Aku jadi bingung. Dalam ilmu psikologi, kalau anak dididik dengan kekerasan, maka akan menjadi anak yang keras pula. Aku jadi ingin tahu lebih dalam tentang bapaknya. Soalnya aku juga mau menulis tentang pengaruh hubungan anak dengan orangtua terhadap perkembangan anak.


Bersambung Dulu ya....Mo tidur dulu.


« Home | Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »

Wed Apr 04, 01:55:00 AM

dia memang begitu istimewa, dia tak hanya sekedar sahabat, dia sendiri adalah api, bung. dia didewasakan keadaan sebelum menyentuh angka-angka usia. akupun belajar darinya, aku pengagumnya, beruntunglah kita mengenalnya, terima kasih untuk status tadi malam, sangat dalam.

mudah-mudahan saya bisa lebih belajar. terima kasih.    



» Post a Comment