<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d35515654\x26blogName\x3dSeruput\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://seruput.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://seruput.blogspot.com/\x26vt\x3d-8552764801363357580', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>


Mengejar Jejak

Duh, sekarang aku dah jarang tampil di depan internet. kalaupun tampil itu seperlunya aja. soalny aku dah beberapa hari ini ga pulang. Pengennya sieh, ngupdate blog tiap hari. kasian temen-temen yang udah ngunjungin, Eh...ga taunya ga da yang baru. Hik...hik... kasian donk!!Yah, ini sekedar coretan iseng aja. Boleh dibaca, boleh juga ngga. tapi kalo ngga mbaca, rugi lho.
Aku ceritain aja tentang diriku yang 'Gimanaaaa gitu' ?? banyak orang sulit menebak kepribadianku. Ah, terlalu pribadi itu. Gimana kalo aku ceritain tentang masalah laluku. OK deh. Setuju. kalo begitu, action.
Awalnya, aku tuh orangnya pendiem banget waktu masih kecil. Waktu aku masih berusia 5 tahun, aku disekolahkan di sebuah taman kanak-kanak. Di situ aku bisa menikamati masa kecilku. Wah, pokoknya seru abiss. Tapi, tanpa alasan yang jelas, akhirnya aku minta untuk tidak bersekolah. bosen. jadi aku sekolah TK satu atau dua bulan-an gitu deh. menginjak usia yang ke enam, orang tuaku berhasrat untuk menyekolahkanku ke sekolah dasar. cuman aku menolak mentah-mentah. tanpa alasan juga. Orang tuaku hanya bisa menuruti kemauanku (padahal au juga diganjar habis-habisan. emang dasarnya bandel kali ya, aku tetep ga mau). Nah, menjelang usia yang ketujuh aku dipaksa sama orang tua utuk bersekolah. lagi-lagi aku menolak. "ngapain sekolah? wong yang sekolah aja pinteran saya kok!," sebenarnya jawaban itu tidak pantas aku lontarkan kepada orang tua. Sambil teriak-teriak lagi. betapa durhakanya aku ini. akhirnya nyampe pada suatu masa di mana aku benar-benar kesepian. teman-teman yang biasanya bermain denganku kini sudah ga da lagi. Mereka semua pergi ke sekolah. Sedang aku sendirian ga da teman. Akhirnya aku ngomong sama ortu untuk disekolahkan. Tentu saja ortu merasa senang karena yang minta sekolah aku sendiri. Akhirnya, pergilah aku ke sekolahan sama mama.

Langsung saja, mama pergi ke ruang kantor guru bersamaku. di sana sudah ada seorang guru yang ternyata adalah kepala sekolahnya. Sebenarnya sekolah sudah berjalan sekitar tiga bulan. sehingga banyak pertimbangan yang membuat kepala sekolah itu tidak menerima aku sebagai siswa. Diantaranya pertimbangan usiaku yang udah tua, ditambah lagi dengan akan adanya ujian cawu ke-I. Aku masih ingat banget nama ujian tersebut. THB. iya, Tes Hasil Belajar. Grhh.......mendengar semua itu aku mendadak jengkel. Entahlah, air mataku langsung tidak bisa terbendung lagi. wuaaaaaahhhh.......aku langsung menangis sejadi-jadinya di
kantor kepala sekolah itu *kok bisa ya, aneh deh*. Hingga tanpa perhitungan aku merobohkan sebuah kursi dan menimpa meja yang diatasnya ada kacanya. Terang aja kaca itu pecah. Si kepala sekolah kelimpungan. Tapi tetap saja dia mempertahankan untuk tidak menerima aku. 'Sial' batinku menyumpahi. mamaku pun 'ngelem' aku. Dan aku pun diam. setelah itu dia menyarankan mamaku untuk nyekolahin aku di sekolah dekat situ. sekolahnya sih bukan sekolah favorit. Sekolah kecil (tapi ga kecil-kecil banget). Terang aja aku ga mau. Aku minta dicariin sekolah lain. Dalam beberapa minggu mama sama ayah ngga bisa nembus. Biasalah, ortu saya bukan orang yang punya background pendidikan yang layak. SR (Sekolah Rakyat) aja ga lulus. Akhirnya,akupun menerima untuk sekolah di sekolah yang ga terkenal dan juga ngga favorit itu. Aku masuk langsung kelas satu. ya iyalah, emangnya mo langsung kelas berapa? Waktu berjalan dengan cepat. Kebolehanku mulai terbaca. Terbukti dengan prestasi kelas satuku. aku bisa langsung menjadi 'number one' Gila ngga? padahal aku ga pernah belajar. dan inilah awal mulanya aku dikenal oleh semua guru-guru di sana. Kemampuanku pun mulai dilirik. sampai pada kelas tiga wali kelasku (Bu Nonok yang istrinya seorang ABRI) meminta aku untuk
mengikuti lomba. Mewakili sekolah. Aku dibebani pelajaran yang dianggap momok oleh siswa-siswa lainnya. Mata pelajaran Matematika.
Sekolah kami mengutus hanya beberapa orang. yaitu dalam bidang matematika (aku sendiri -tunggal-), PMP -Pendidikan Moral Pancasila- (Siti _lupa nama lengkapnya_ berdua dengan Setianing), IPA (Santi -cewek yang pertama kali dapet kiss dariku*padahal waktu itu masih kelas tiga SD, Kok dah ngerti gituan ya?* Nanti akan ada cerita sendiri tentang cewek satu ini, berdua dengan Oki), IPS (Diah Martha -cewek beragama kristen yang lumayan manis- bertiga dengan Yuli dan Anis).

Nah, lombanya ini kan satu kota. Semua SD satu kota Malang mengikuti lomba cerdas cermat ini. Dan Tentunya sekolahanku ini tidak diperhitungkan sama sekali sama sekolah-sekolah lain. Baru aku sadar, di sini ini adalah kesempatanku untuk menunjukkan diriku. Aku melihat kepala sekolah yang dulu menolak menerima aku itu di depan sebuah kantor. Beliau sedang asyik ngobrol dengan guru-guru dan kepala-kepala sekolah lainnya. Setelah melihat Kepala sekolah menyebalkan itu, aku baru tersadar bahwa aku sama sekali belum membuka-buka mata pelajaran yang aku ikuti ini *ini adalah kebiasan burukku di SD dan SMP. ngga pernah belajar, tapi aku selalu mendengarkan keterangan dari guru. Hasilnya ngga mengecewakan kok. selalu yang teratas --bukan mo nyombong ni yee, Ups--*.

Ya, kepala sekolah itu membuat aku bernafsu untuk memenangkan lomba ini. Akhirnya buku yang sedari tadi selalu ngumpet di dalam tas itu aku keluarkan semuanya *ada enam buku. wuihh...padahal waktunya tinggal sejam thok...* Setelah membuka-buka, ternyata aku seperti mengerti semuanya. Yang belum, mungkin hanya pelajarn kelas empat *aku kan masih kelas tiga*. Tapi aku bisa sedikit lega karena soal untuk mata pelajaran kelas empat hanya 10%. berarti yang lain bisa aku lahap semuanya. Sebenarnya aku ngga belajar teori. Ketika pelajaran berlangsung, aku selalu mendengarkan. Itu saja kuncinya. Trus, abis itu aku mang suka kreatif *kata temen-temen*, aku selalu menggunakan pelajaran dalam keseharian. Selalu mengandaikan ini dengan itu. dan selalu membuat semacam obrolan santai yang menjurus pada pelajaran *tentunya pelajaran yang aku cintai, Matematika* Dan sampai kapanpun aku akan tetap cinta Matematika. I love it. Huahahaha...Fanatik ni...Yee
Bel tanda masuk anak matematika sudah dibunyikan. Itu tandanya, aku sudah harus memasuki ruangan. Santi menyalamiku dan mendoakanku, "semoga sukses" begitu ucapnya. Diah pun ikut-ikutan menyalamiku *good luck*. Aku selalu iri dengan teman-temanku yang beragama kristen. Mereka sudah bisa bahasa Iggris dari kecil. Sedang yang beragama Islam, hanya sedikit yang bisa bahasa Inggris. Itupun hanya sekadar say Hello, good morning, de el el. Yang lain juga ikut-ikutan menyalamiku. Nah, yang terakhir adalah Guruku yang juga wali kelas empat. Bu Lilik *guru Muda yang juga istri seorang ABRI*. Dia memelukku dan mengecup keningku *sama seperti yang dilakukan ibuku kalau aku mo pergi jauh*. Beliau membisikkan "Kamu pasti bisa," entahlah seperti mendapatkan energi jutaan kalori, aku mendapatkan sebuah semangat baru. Kemudian beliau menjanjikan akan membelikan aku Es krim kalau aku bisa memenangkan lomba ini *biasa aku kan dulu suka beli Es krim, jadi diiming-imingi juga sama Ibu guru yang cerdik ini*. Dan aku pun membawa harapan mereka ke dalam ruangan lomba.

Dalam Perlombaan, nampaknya aku paling Pe-De. aku hanya menyediakan buku oretan yang sebelumnya sudah diperiksa oleh panitia, Pena, penggaris dan pensil *soalnya, yang lain bawaannya banyak banget*. Aku juga ngga lupa memasang jam di depan bangku, biar ingat kalau waktunya terus berjalan.

Fiuh...kayanya ceritanya entar disambung lagi deh. soalnya aku harus keluar dulu. Sorry banget ya...Aku janji untuk nerusin.
« Home

» Post a Comment