<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d35515654\x26blogName\x3dSeruput\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://seruput.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://seruput.blogspot.com/\x26vt\x3d-8552764801363357580', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>


Selamat Menempuh Hidup Baru 2 Mido


Wow.. Fantastik banget. Saya jadi terkaget-kaget, terharu-biru, dan juga terheran-heran. Ternyata perempuan yang bernama Hamidah Aprilia telah berubah style berbusananya. Kalau kemarin-kemarin kita masih bisa melihat senyumnya, raut mukanya *lagi sedih atau seneng*, sekarang sudah tidak bisa lagi. Sebenarnya saya sudah mendengar 'kabar burung' ini dari teman-teman. Saya sempat tidak percaya alias 'mboten ngimani' berita itu. Banyak tanda tanya yang terbersit di ubun-ubun kepala saya. Kok, bisa manusia yang dulunya 'biasa saja' sekarang sudah 'malu-malu' dengan apa yang ada di wajahnya. Kemudian saya pun sedikit berpikiran nakal. Jangan-jangan beliauwati punya jerawat yang 'terpaksa' harus disembunyikan; jangan-jangan beliauwati kehilangan batang hidungnya yang membuatnya malu; jangan-jangan beliauwati kehilangan 'gigi kelincinya' yang memang seperti gigi kelinci itu; atau jangan-jangan beliauwati hanya takut wajahnya kedinginan karena musim dingin telah mulai terasa *sorry, just a joke*. Mudah-mudahan tidak demikian adanya.

Pada buletin Bulletin-bulletinan, pernah sahabat saya menulis sebuah artikel yang cukup menarik. Judulnya pun agak nyentrik "Cadar Kemerdekaan". Tulisan itu terlahir karena ada fenomena yang memang sangat menarik untuk dicermati waktu itu. Yaitu sistem keamanan Mesir yang mulai terombang ambing. Setelah Bom yang meledak di Hussein, Tahrir, kemudian bom itu menyalak kembali di Syarm Syeikh. Tempat yang dianggap oleh kalangan Ikhwan Muslimin dan sejenisnya sebagai 'surga' bagi para pecinta syahwat. Wajah Mesir 'cemang-cemong' di pentas dunia. Negara yang sangat kental dengan nuansa militernya ini ternyata masih bisa 'keprucutan' atau 'kecolongan'. Pemerintah kelabakan untuk mencari biang kerok dari peristiwa ini. Kemudian, dengan dalih mencari biangnya, sahabat-sahabat Ikhwanul Muslimin dan juga kawan-kawan yang punya style ikhwan (berjenggot, bercadar, de el el) pun menjadi perhatian khusus. Mereka diintai. Gerak-geriknya selalu diawasi di mana pun mereka berada. Kairo, Thanta, Mansurah, Alexandria, dan daerah-daerah lain dijaga ketat. Sampai-sampai KBRI pun ikut-ikutan sibuk memberikan 'warning' kepada mahasiswa-mahasiswi agar berhati-hati. Karena di sini (baca; Mesir) untuk menggeledah atau menangkap seseorang tidak memerlukan surat penangkapan. Bahkan di beberapa tempat, juga terjadi penggeledahan dengan menyingkap cadar yang dikenakan oleh para pemakai cadar. Bahkan ada mahasiswa di Mansurah yang ditangkap karena dicurigai sebagai 'teroris'. Namun, akhirnya bisa lepas dan bebas setelah ditangani oleh pihak KBRI.

Aksi sembrono yang dilakukan oleh petugas keamanan itu membuat keamanan privacy terganggu. Khususnya bagi mereka yang mendapatkan 'perhatian khusus'. Kemudian, sebagai imbas dari itu semua adalah ketakutan para pemakai cadar *orang Indonesia* yang merasa keamanan dan keselamatannya terancam menjadi resah. Satu per satu cadar itu terlepas. Seperti rontoknya dedaunan di musim gugur. Cadar itu dicampakkan.

Pada dasarnya, Cadar itu memang bukanlah sebuah syariah yang harus dijalankan. Layaknya pakaian dalam, perhiasan atau asesoris lain yang sah-sah saja dipakai atau tidak dipakai. Tidak ada yang boleh melarang atau mewajibkan. Itu kalau mau berdasarkan HAM. Hehehehe. Kebebasan berekspresi, sebuah kebebasan mau bertingkah polah seperti apa saja asal tidak membahayakan lingkungan sekitar dan lingkungan lainnya *termasuk yang berada dalam lingkungan tersebut, alam dan juga para penghuninya*. Sangat sulit kita menemukan justifikasinya dalam al-Qur'an ataupun as-Sunnah. Walaupun juga ada ulama yang mewajibkan bercadar. Ada satu ayat dalam surat al-Ahzab yang berbunyi "Wa idza Saaltumuuhunna Mata'an Fassluuhunna Min Waraai Hijaab". Ayat ini oleh beberapa ulama dicoba ditafsirkan sebagai pewajiban pemakaian hijab *cadar*. Namun, dalam hal ini mereka juga sepakat, bahwa pewajiban *memakai cadar* itu –menurut ayat ini- hanya diperuntukkan kepada istri-istri nabi. Justru dari ayat ini juga lahir sebuah apologi yang kenyataannya memang sulit umtuk dibantah, "emang kita nggak boleh berlaku seperti istri-istri nabi?" bukankah ummahatul muslimin merupakan tuladha buat para perempuan Muslimah. Apakah seorang anak dilarang berlaku seperti ibune? Jadi, secara implisit memang tidak ada ayat dalam Al-Qur'an dan as-Sunnah yang mewajibkan pemakaian cadar. Setunggal malé, nganggo cadar niku mboten perkoro kang dilarang. Titik.

Hubungannya dengan interaksi sosial, orang beranggapan bahwa menggunakan cadar adalah sebuah nilai ibadah dalam menjaga 'kehormatan' wajah. Karena tidak ingin membagi-bagikan wajah ayunya kepada semua lelaki. Makanya mas Faizin bilang kalau orang yang memakai cadar itu licik. Bisa melihat, tapi tidak bisa dilihat *emang hantu*. Pengaruhnya juga kepada anggapan, bahwa orang yang bercadar adalah orang-orang yang mau beragama secara kaffah. Padahal tidak demikian, bukan? Malah, mereka akan kesulitan dalam setiap pertemuan. Ketika harus menyantap hidangan, atau minum tanpa sedotan.

Pernah saya mendengar dari seorang senior *sudah berkeluarga*, juga pernah dari bapak-bapak, bahwa sekarang ini kesan bagi pemakai cadar sudah mulai 'anjlok'. Hal ini dikarenakan sikap si pemakai cadar yang dinilai jauh dari 'topeng' tersebut. Mereka bercadar, tapi tetap saja jalan berdua dengan bukan muhrimnya; bercadar, tapi kedapatan nongkrong di kafe *sudah di cek bahwa mereka bukanlah muhrim*. Memang tidak selamanya berdua itu berbuat yang tidak baik; tidak semuanya yang nongkrong di kafe itu ngedate, pacaran atau sejenisnya. Namun, pantaskah hal demikian dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswi al-Azhar. "Kalau saya sih ndhak papa" *meniru gayanya Bimo dalam Jomblo*.

Menurut saya, memakai cadar adalah sebuah kemerdekaan. Siapapun boleh memakai atau tidak memakainya. Sama dengan memakai pakaian dalam, tidak ada yang melarang anda mau memakainya atau tidak. Karena hal itu adalah hak bagi setiap orang. Hak Pribadi, dan ini dilindungi. Jadi, saya tidak setuju sama orang yang melarang-larang ataupun mewajibkannya. Biarkanlah perempuan itu mengekspresikan 'Hak Pribadinya' *tanpa melewati garis syari'at tentunya*. Ya, kalau orang boleh pakai rok mini, boleh pakai helm teropong, boleh pakai kacamata, boleh pakai topi, dan boleh pakai yang lain-lainnya, kenapa harus melarang yang satu ini *cadar*. Bercadar adalah pilihan dan suatu keharusan bagi calon penggunanya untuk melakukan proses berfikir yang panjang dan 'jero' sebelum memakainya.

Kepada Allah-lah kembalinya segala urusan. Tidak ada daya untuk menjauhi kemaksiatan dan tidak ada kekuatan untuk melakukan ketaatan kecuali dengan pertolongan-Nya.Akhirnya, untuk Hamidah. Silahkan berkomitmen pada prinsipmu!! Selamat menempuh hidup baru *bercadar*. Chayo. Aza-aza fighting.... *kata-kata penyemangat di SBI*


============================
Sorry, untuk catatannya saya hanya mau nerjemahin yang sulit dimengerti oleh yang bukan orang jawa.
- mboten ngimani : Tidak percaya / tidak mengimani
- Tuladha : Contoh
- Setunggal malé, nganggo cadar niku mboten perkoro kang dilarang : sekali lagi, memakai cadar itu bukanlah hal yang dilarang.

« Home | Next »

Wed Oct 18, 05:24:00 AM

salam mas,

kadang-kadang saya heran kenapa orang-orang jadi geger ketika Mido (pinjam istilah sampeyan) memilih bercadar. bukan apa-apa mas, pikiran nakal saya bilang jangan-jangan ini hanya bentuk kekecewaan karena tak bisa lagi 'menelanjangi' wajah Mido yang (katanya) cantik itu.

saya sepakat sama sampeyan om, tak semua yang bercadar itu hatinya juga bercadar. tapu untuk kasus Mido, rasanya saya akan memilih untuk berbaik sangka. Mido masih mencari, maka biarlah ia melakukan apa yang dianggapnya harus dilakukan.

oia om, menarik juga informasi anda tentang fenomena penangkapan "orang bertampang teroris". semoga anda sudah banyak menelaah sejarah Mesir. setidaknya dengan begitu anda akan lebih memahami bagaimana relasi IM-Pemerintah. ga usah sampe ke zaman Fir'aun lah. cukup sejak IM ada sampai sekarang.

Ah, kalopun nanti Mido jadi takut dan akhirnya melepas lagi cadar itu, bukannya sampeyan juga yang senang? he...he..

salam lagi mas,

NM    



Thu Oct 19, 04:01:00 AM

salam mas naphie,

begini mas, bukan berarti saya berdiri di barisan Mido. Sikap saya lebih merupakan bentuk tepo seliro akan sikap dan pilihan orang lain.

maaf kalo ungkapan saya kemarin kurang pas.

salam lagi,

NM    



Wed Dec 12, 01:56:00 AM

Ini hanya tulisan orang-orang yang memiliki cinta terpendam.    



» Post a Comment