<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d35515654\x26blogName\x3dSeruput\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://seruput.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://seruput.blogspot.com/\x26vt\x3d-8552764801363357580', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>


Kau dan Ibukku

Kalau aku perhatikan lebih dalam, ternyata kau mirip sekali dengan adikku. Atau bahkan ibukku. Entahlah. Kenapa juga aku berpikiran seperti itu. Ah, tidak usah dipikirkan. Karena kau memang ada kemiripan dengan adik dan ibukku itu. Sifatmu, tingkah lakumu, penampilanmu, cara jalanmu, dan beberapa bagian dari dirimu memang ada kemiripan dengan adik atau ibuku. Sebagian mirip adikku, sebagian lagi dengan ibukku. Ada satu bagian yang nampak begitu transparan. Bagian itulah yang menandakan bahwa aku bertemu dengan ibukku yang aku sangat merinduinya. Dan aku suka itu.

Senyum. Ya, melihat senyummu, aku seperti melihat senyum ibukku. Senyum yang benar-benar kumerindunya. Setiap ibuk marah kepadaku, ia tidak pernah berkata kasar, berteriak, apalagi sampai memukul. Jika beliau marah, ia mengulas senyumnya yang khas. Dan aku jadi merasa bersalah. Jadi aku harus segera minta maaf. Dan memang begitulah cara ibukku mendidikku. Lain dengan bapak, yang hanya bisa marah-marah dan memaki. Bahkan memukuliku. Ah, sudahlah. Lagian, berkat bapak juga aku bisa hidup tegar. Tidak cengeng. Tapi tetap saja, kelembutan hati Ibuk telah menyentuh dasar hatiku.

Aku kira senyum itu hanya milik ibukku. Ternyata tidak. Aku masih melihatnya di sini. Aku menemukan senyum itu di ujung bibirmu. Ya, di ujung bibirmu yang manis itu.
« Home | Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »