<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d35515654\x26blogName\x3dSeruput\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://seruput.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://seruput.blogspot.com/\x26vt\x3d-8552764801363357580', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>


Aku dan Kamu

Kenapa manusia harus diciptakan berlainan jenis? Ada lelaki, ada juga perempuan. Kau pernah menjawab pertanyaan yang kau hitung tidak berat ini. Dengan mudahnya kau menjawab "Karena Tuhan ingin begini, jadilah begini." Dan dengan jawabanmu itu aku merasa menjadi orang yang pualing bloon sedunia. Jawabanmu itu singkat, padat dan bisa aku terima. Sumpah. Jawabanmu itu membuat aku sadar. Bahwa kehidupan di dunia ini memang sudah diatur sedemikian rupa. Ah...Sudahlah, semuanya itu tidak penting lagi. Aku tahu, manusia diciptakan tidak sempurna. Tapi bagiku, kau sungguh sempurna. Kau cerdas, manis, cantik, dan ......... Ah, banyak sekali untuk disebutkan. Tidak perlu aku sebutkan semuanya saja pipimu sudah memerah. Dan kalau seudah begitu, kau terlihat semakin manis; semakin cantik.

Dari dulu kita sudah berbeda. Aku lelaki, dan kau perempuan. Aku suka bermain perang-perangan, dan kau suka bermain boneka-bonekaan. Tapi kita sama dalam satu hal. Ya, aku dan kamu sama-sama egois. Selalu menyimpan masalah kita masing-masing. Aku tidak bercerita tentang masalahku, kamu pun juga begitu. Entahlah, aku tidak ingin melihat kau sedih mendengarkan masalahku. Mungkin karena aku terlalu sayang sama kamu.

Dan sampai saat ini, aku sama sekali belum tahu alasanmu yang tidak mau menceritakan masalahmu kepadaku. Aku tidak tahu, apakah kau memang tidak pernah punya masalah atau hanya karena kau merasa tidak aman denganku. Ah..biarlah semua itu berlalu. Lagian, setiap kita bertemu, kulihat kau selalu riang. Selalu tersenyum ketika mata kita saling beradu. Selalu saja kau memasang wajah manismu ketika wajah kita saling berhadapan. Dan aku curiga. Jangan-jangan kau hanya memaksakan diri untuk tersenyum kepadaku. Diam-diam, dengan wajah menunduk aku melirik ke arahmu. Kau juga melirik ke arahku. Mata kita bertemu, dan pecahlah senyummu. Sedang senyumku tertahan. Dan kemudian pecah juga ketika melihat senyummu yang bertambah manis itu. Dan senyummu semakin menjadi. Dan kau semakin manis.

Lama-lama aku semakin tertarik untuk selalu memandangmu dan kemudian memujimu. Aku tahu, kamu perempuan. Dan karenanya, kau pantas kupuji. Kupuji karena kelembutan hatimu yang sejuk itu. Kemudian aku bermimpi. Bermimpi tentang aku dan dirimu yang menjadi orang tua. Kau menggendong bayi kita, aku menuntun anak kita yang baru enam tahun. Bersama-sama menjalani hidup yang semakin gelisah ini. Kemudian setelah aku terbangun dari mimpi, aku bertanya pada diri sendiri, juga kepada Tuhan. Mungkinkah mimpi itu menjadi kenyataan. Dan kemuadian pertanyaan itu bercabang lagi, mungkinkah kita akan tetap bersama. Sampai nanti. Sampai nanti. Selamanya. Sampai salah satu diantara kita menutup mata. Dan jawabanmu yang dulu pernah kau ucapkan padaku itu yang mungkin bisa menjawabnya. "Kalau Tuhan ingin, maka jadilah."

Sungguh, aku tidak ingin bermimpi. Aku ingin nyata.
« Home | Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »