Bongkar
Kata bongkar itu sederhana. Bahkan sangat sederhana. namun, walau demikian sederhananya, orang harus melakukan beberapa kali olah pikir untuk melaksanakan kata itu.
Sebagai contoh: Pernah teman saya mempunyai peralatan elektronik berupa kamera digital. Waktu berlibur di pantai, dibawanya kamera itu. Lalu ia bermain-main dengan pasir pantai. Dan tanpa ia sadari, beberapa butir pasir masuk ke dalam lensa kameranya yang otomatis itu. Akhirnya, ngadatlah kamera teman saya itu. Lensanya tidak bisa terbuka. permasalahannya cukup sepele. Hanya karena beberapa butir pasir yang masuk ke ruang lensa. Kemudian bertanyalah teman saya itu kepada temannya:
"Bisa, ga, betulin ini?" Tanyanya sambil menunjukkan kameranya.
Dilihatnya Kamera itu oleh temannya. Diamat-amati. Lalu ia berkomentar
"Oo..ini cuman kemasukan pasir doang. Gampang ini mah."
"Kamu bisa betulin, tidak?" Teman saya bertanya serius.
"Ya tinggal di bongkar saja. Soalnya pasirnya sudah masuk ke dalam"
"Ya sudah, dibongkar saja," Teman saya yang punya kamera pasrah.
Rupanya temannya teman saya ini merasa bingung. Karena dia sudah bilang bahwa permasalahan itu gampang. Ya, Bicara memang gampang, tapi untuk prakteknya susah. Ia kebingungan, karena kamera itu model terbaru, dan baru beredar di pasaran. Ia berpikir keras, jangan-jangan malah semakin rusak nantinya. Dan temannya teman saya itu tidak mau ambil resiko. Daripada kamera itu semakin rusak, lebih baik tidak membongkarnya sama sekali. Dan kemudian ia merekomendasikan satu nama untuk membongkarnya. Ia sebut namaku. Rupanya, dulu aku pernah berjasa membetulkan kameranya yang rusak. Kontan saja temanku itu kaget. Ternyata temannya itu juga mengenal aku. Dan datanglah temanku kepadaku. Ia menemuiku sambil membawa kameranya yang masih koma itu.
Aku lihat-lihat sebentar. Aku amat-amati beberapa detik. Benar juga komentar temannya teman saya itu. Permasalahannya hanya beberapa butir pasir saja. Dan keputusannya memang harus dibongkar. Tapi saya sendiri agak ragu. Karena saya sendiri tidak punya alat untuk membukanya. Padahal kalau bisa dibuka beberapa centi saja, pasir-pasir itu akan berjatuhan dan selesai sudah permasalahannya. Habis perkara.
Nah, yang satu ini lain lagi perkaranya. Walaupun sama-sama bongkar-membongkar, tapi urusannya lain. Kredibilitas taruhannya. Bahkan lebih dari itu, nyawa taruhannya. Membongkar kasus yang belum terungkap. Siapa berani berkata? Siapa berani menulis?
Sebenarnya bukan itu pertanyaannya. Pertanyaan sesungguhnya adalah: siapa punya data? Siapa punya informasi? Mari kita bongkar.
Sebagai contoh: Pernah teman saya mempunyai peralatan elektronik berupa kamera digital. Waktu berlibur di pantai, dibawanya kamera itu. Lalu ia bermain-main dengan pasir pantai. Dan tanpa ia sadari, beberapa butir pasir masuk ke dalam lensa kameranya yang otomatis itu. Akhirnya, ngadatlah kamera teman saya itu. Lensanya tidak bisa terbuka. permasalahannya cukup sepele. Hanya karena beberapa butir pasir yang masuk ke ruang lensa. Kemudian bertanyalah teman saya itu kepada temannya:
"Bisa, ga, betulin ini?" Tanyanya sambil menunjukkan kameranya.
Dilihatnya Kamera itu oleh temannya. Diamat-amati. Lalu ia berkomentar
"Oo..ini cuman kemasukan pasir doang. Gampang ini mah."
"Kamu bisa betulin, tidak?" Teman saya bertanya serius.
"Ya tinggal di bongkar saja. Soalnya pasirnya sudah masuk ke dalam"
"Ya sudah, dibongkar saja," Teman saya yang punya kamera pasrah.
Rupanya temannya teman saya ini merasa bingung. Karena dia sudah bilang bahwa permasalahan itu gampang. Ya, Bicara memang gampang, tapi untuk prakteknya susah. Ia kebingungan, karena kamera itu model terbaru, dan baru beredar di pasaran. Ia berpikir keras, jangan-jangan malah semakin rusak nantinya. Dan temannya teman saya itu tidak mau ambil resiko. Daripada kamera itu semakin rusak, lebih baik tidak membongkarnya sama sekali. Dan kemudian ia merekomendasikan satu nama untuk membongkarnya. Ia sebut namaku. Rupanya, dulu aku pernah berjasa membetulkan kameranya yang rusak. Kontan saja temanku itu kaget. Ternyata temannya itu juga mengenal aku. Dan datanglah temanku kepadaku. Ia menemuiku sambil membawa kameranya yang masih koma itu.
Aku lihat-lihat sebentar. Aku amat-amati beberapa detik. Benar juga komentar temannya teman saya itu. Permasalahannya hanya beberapa butir pasir saja. Dan keputusannya memang harus dibongkar. Tapi saya sendiri agak ragu. Karena saya sendiri tidak punya alat untuk membukanya. Padahal kalau bisa dibuka beberapa centi saja, pasir-pasir itu akan berjatuhan dan selesai sudah permasalahannya. Habis perkara.
Nah, yang satu ini lain lagi perkaranya. Walaupun sama-sama bongkar-membongkar, tapi urusannya lain. Kredibilitas taruhannya. Bahkan lebih dari itu, nyawa taruhannya. Membongkar kasus yang belum terungkap. Siapa berani berkata? Siapa berani menulis?
Sebenarnya bukan itu pertanyaannya. Pertanyaan sesungguhnya adalah: siapa punya data? Siapa punya informasi? Mari kita bongkar.