12-12-12
Tanggal cantik 12-12-12. Cantik, karena semua angka itu jika dijumlahkan menjadi angka 9. Kalau kata orang dulu, angka keberuntungan. Seperti hari lahirku, yang dalam hitungan jawa berjumlah 9. Tapi apa benar begitu? Yang aku percayai tentu saja bukan itung-itungan itu, tapi yang aku percayai adalah ketentuan Allah. Ketentuan yang tak mungkin bisa diintervensi oleh siapapun, seperti soal kiamat itu.
Mari segera kita tinggalkan Desember, tatap lebih jauh, berfokuslah, karena 2012 bukanlah kiamat yang diramalkan orang-orang yang berkeyakinan tak berkelas itu.
Dua tahun berlari begitu cepat. Tak terasa, ternyata dua tahun juga aku berada di kota ramai yang kering ini. Dan ia yang telah bersenang tak mungkin lagi mau bersusah seperti dalam ceritera. Sedayanipun sampun rampung. Ngapunten.
Layaknya Nabi Ibrahim, mau atau tidak mau, kita sama-sama 'harus' tetap berkurban. Demi cinta kita kepada orang tua kita. Demi cinta kita kepada Allah. Cinta yang hakiki. Dan itulah yang harus selalu kita pegang.
Sekarang, di kota ramai ini, semoga wajahnya yang jernih dapat menyejukkan hati ini. Akan aku ajak ia menuju titik, dimana beda bisa menjadi penyempurna, salah menjadi pelajaran, dan lelah menjadi amal kebaikan.
Aku ingin sepenuh hati untuknya. Hanya untuknya. Ya, untuknya yang sederhana, untuknya yang siap bermain susah dan juga berani senang. Aku akan persembahkan seluruh jiwa dan nafas ini, dengan segala kekurangan yang ada dalam diriku.
Wahai engkau yang berwajah teduh, mendekatlah. Tak usah kau risaukan tentang sejarahku dan sejarahmu. Karena sejarah, nilai tertingginya adalah pelajaran. Kita sama-sama belajar dari pengalaman-pengalaman kita dalam meniti hidup. Mari kita tapaki lika-liku kehidupan yang sesungguhnya.
Aku tahu, setiap manusia mempunyai kehidupannya sendiri. Dan kita akan memulainya. Dengan kehidupan yang serba baru. Dengan wajah yang lebih ceria, dengan senyum yang lebih ranum, dan dengan cinta yang selalu menyala.
Tundukkanlah hatimu, raihlah hatiku, kita bersama menuju ridhonya.
Mari segera kita tinggalkan Desember, tatap lebih jauh, berfokuslah, karena 2012 bukanlah kiamat yang diramalkan orang-orang yang berkeyakinan tak berkelas itu.
Dua tahun berlari begitu cepat. Tak terasa, ternyata dua tahun juga aku berada di kota ramai yang kering ini. Dan ia yang telah bersenang tak mungkin lagi mau bersusah seperti dalam ceritera. Sedayanipun sampun rampung. Ngapunten.
Layaknya Nabi Ibrahim, mau atau tidak mau, kita sama-sama 'harus' tetap berkurban. Demi cinta kita kepada orang tua kita. Demi cinta kita kepada Allah. Cinta yang hakiki. Dan itulah yang harus selalu kita pegang.
Sekarang, di kota ramai ini, semoga wajahnya yang jernih dapat menyejukkan hati ini. Akan aku ajak ia menuju titik, dimana beda bisa menjadi penyempurna, salah menjadi pelajaran, dan lelah menjadi amal kebaikan.
Aku ingin sepenuh hati untuknya. Hanya untuknya. Ya, untuknya yang sederhana, untuknya yang siap bermain susah dan juga berani senang. Aku akan persembahkan seluruh jiwa dan nafas ini, dengan segala kekurangan yang ada dalam diriku.
Wahai engkau yang berwajah teduh, mendekatlah. Tak usah kau risaukan tentang sejarahku dan sejarahmu. Karena sejarah, nilai tertingginya adalah pelajaran. Kita sama-sama belajar dari pengalaman-pengalaman kita dalam meniti hidup. Mari kita tapaki lika-liku kehidupan yang sesungguhnya.
Aku tahu, setiap manusia mempunyai kehidupannya sendiri. Dan kita akan memulainya. Dengan kehidupan yang serba baru. Dengan wajah yang lebih ceria, dengan senyum yang lebih ranum, dan dengan cinta yang selalu menyala.
Tundukkanlah hatimu, raihlah hatiku, kita bersama menuju ridhonya.