Selamat Hari Ibu
Tak banyak yang ingin aku sampaikan di 22 Desember ini. Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih tak terhingga atas perjuanganmu, Ibu. Terima kasih atas kasih sayangmu yang tanpa batas itu.
Ibu, aku tak pernah mendengarmu mengeluh sedikitpun atas semua persoalan-persoalan yang kau hadapi. Persoalan rumah tangga yang complicated, aku yang bandel, adek-adek yang begitu manjanya, sampai pada persoalan ekonomi kita yang tiba-tiba runtuh di tahun 2006-2007. Ayah yang tiba-tiba shock dengan keadaan itu pun langsung tak berdaya. Tapi engkaulah kunci dari itu semua. Sosokmu yang begitu bersemangat dan tak pernah menyerah, menjadi inspirasi bagi keluarga.
“Hidup itu sederhana saja, yang paling penting dari hidup ini adalah, kemauan kita untuk berjuang. Karena pada hakikatnya, Hidup adalah perjuangan dan gairah kerja. Jadi kalau orang tidak mau berjuang dan bekerja, tandanya orang itu sudah bersalaman dengan kematian,” Nasehatmu pada suatu ketika.
Mendengar nasehatmu yang panjang waktu itu, aku merasa bahwa aku sedang mendapatkan kuliah dari seorang dosen terkemuka di Universitas terkemuka. Aku merasakan, bahwa dirimu bukanlah seorang ibu yang tidak lulus sekolah rakyat itu, dirimu bukanlah seorang ibu yang tak mempunyai selembar ijazah pun itu.
Ibu, mau atau tidak mau, kau adalah pahlawanku. Kau yang membesarkanku. Aku tidak bisa memberikanmu apa-apa. Bahkan prestasi-prestasi kecilku yang dari kecil itu pun, belum apa-apa. Walaupun itu bisa membuatmu bangga, aku masih merasa belum berbuat apa-apa.
Sekarang, setelah aku banyak belajar, dari bangku SD, SMP, SMA/Aliyah, Universitas, dan beberapa pengalaman, serta buku-buku bacaan. Aku baru tahu, bahwa apa yang kau nasehatkan itu, senada dengan apa yang ditulis oleh orang-orang besar. Bahwa hidup itu harus berjuang, bahwa hidup itu bekerja, bahwa hidup itu….. Aku tak mampu melanjutkan kalimat-kalimat itu. Air mataku tiba-tiba jatuh.
Mengingat perjuanganmu yang luar biasa itu,
mengingat waktu aku pergi dari rumah dan kau berkali-kali pingsan,
mengingat tangismu ketika mengiringi kepergianku ke benua lain,
mengingat ketika engkau terpaksa mengizinkanku pergi ke kota ramai ini,
Aku merasakan bahwa dunia ini tak ada artinya selain melihat kebahagiaanmu. Selain melihat dirimu selalu tersenyum dan berbangga dengan anak-anakmu. Maafkan aku jika aku tidak bisa berbakti secara maksimal.
Maafkan aku Ibu, Jika aku masih begitu mudah marah terhadap kondisi, padahal kau mengajariku untuk selalu bersabar. Maafkan aku Ibu, jika aku masih terbelenggu rasa malas, padahal kau sudah mengajariku untuk selalu bergairah dalam belajar dan bekerja. Maafkan aku ibu, jika aku masih kurang maksimal dalam beribadah, padahal kau selalu mengajariku bahwa ibadah itu nomor satu dan tak boleh lalai. Maafkan aku ibu, jika aku belum bisa memberikanmu menantu yang baik, sholihah, sederhana, dan taat kepada orang tua.
Aku merasa sangat bersyukur karena aku memiliki ibu sepertimu.
Banyak orang lain yang saat aku menulis ini, ia sudah tidak punya ibu lagi. Ibu mereka sudah berada di surgaNya. Dan mereka hanya bisa mengenang ibu-ibu mereka dari kenangan yang pernah mereka lalui bersama ibu mereka. Melalui album foto, catatan-catatan, atau pun kenangan dalam ingatan. Kenangan-kenangan yang begitu detail tentang sosok ibu mereka, bau ibu mereka di gelas-gelas teh yang pernah disuguhkan untuknya, berjuta-juta kerinduan yang selalu mereka simpan di dada. Dan setiap kali mereka mengingat kenangan itu, mereka selalu meneteskan air mata.
Ya, aku masih sangat bersyukur, bahwa aku masih memilikimu, Ibu. Yang tak pernah selesai dalam mendoakan keselamatanku. Yang tak pernah absen dalam berpuasa di hari lahirku.
Terima kasih Ibu.
Selamat Hari Ibu
Ibu, aku tak pernah mendengarmu mengeluh sedikitpun atas semua persoalan-persoalan yang kau hadapi. Persoalan rumah tangga yang complicated, aku yang bandel, adek-adek yang begitu manjanya, sampai pada persoalan ekonomi kita yang tiba-tiba runtuh di tahun 2006-2007. Ayah yang tiba-tiba shock dengan keadaan itu pun langsung tak berdaya. Tapi engkaulah kunci dari itu semua. Sosokmu yang begitu bersemangat dan tak pernah menyerah, menjadi inspirasi bagi keluarga.
“Hidup itu sederhana saja, yang paling penting dari hidup ini adalah, kemauan kita untuk berjuang. Karena pada hakikatnya, Hidup adalah perjuangan dan gairah kerja. Jadi kalau orang tidak mau berjuang dan bekerja, tandanya orang itu sudah bersalaman dengan kematian,” Nasehatmu pada suatu ketika.
Mendengar nasehatmu yang panjang waktu itu, aku merasa bahwa aku sedang mendapatkan kuliah dari seorang dosen terkemuka di Universitas terkemuka. Aku merasakan, bahwa dirimu bukanlah seorang ibu yang tidak lulus sekolah rakyat itu, dirimu bukanlah seorang ibu yang tak mempunyai selembar ijazah pun itu.
Ibu, mau atau tidak mau, kau adalah pahlawanku. Kau yang membesarkanku. Aku tidak bisa memberikanmu apa-apa. Bahkan prestasi-prestasi kecilku yang dari kecil itu pun, belum apa-apa. Walaupun itu bisa membuatmu bangga, aku masih merasa belum berbuat apa-apa.
Sekarang, setelah aku banyak belajar, dari bangku SD, SMP, SMA/Aliyah, Universitas, dan beberapa pengalaman, serta buku-buku bacaan. Aku baru tahu, bahwa apa yang kau nasehatkan itu, senada dengan apa yang ditulis oleh orang-orang besar. Bahwa hidup itu harus berjuang, bahwa hidup itu bekerja, bahwa hidup itu….. Aku tak mampu melanjutkan kalimat-kalimat itu. Air mataku tiba-tiba jatuh.
Mengingat perjuanganmu yang luar biasa itu,
mengingat waktu aku pergi dari rumah dan kau berkali-kali pingsan,
mengingat tangismu ketika mengiringi kepergianku ke benua lain,
mengingat ketika engkau terpaksa mengizinkanku pergi ke kota ramai ini,
Aku merasakan bahwa dunia ini tak ada artinya selain melihat kebahagiaanmu. Selain melihat dirimu selalu tersenyum dan berbangga dengan anak-anakmu. Maafkan aku jika aku tidak bisa berbakti secara maksimal.
Maafkan aku Ibu, Jika aku masih begitu mudah marah terhadap kondisi, padahal kau mengajariku untuk selalu bersabar. Maafkan aku Ibu, jika aku masih terbelenggu rasa malas, padahal kau sudah mengajariku untuk selalu bergairah dalam belajar dan bekerja. Maafkan aku ibu, jika aku masih kurang maksimal dalam beribadah, padahal kau selalu mengajariku bahwa ibadah itu nomor satu dan tak boleh lalai. Maafkan aku ibu, jika aku belum bisa memberikanmu menantu yang baik, sholihah, sederhana, dan taat kepada orang tua.
Aku merasa sangat bersyukur karena aku memiliki ibu sepertimu.
Banyak orang lain yang saat aku menulis ini, ia sudah tidak punya ibu lagi. Ibu mereka sudah berada di surgaNya. Dan mereka hanya bisa mengenang ibu-ibu mereka dari kenangan yang pernah mereka lalui bersama ibu mereka. Melalui album foto, catatan-catatan, atau pun kenangan dalam ingatan. Kenangan-kenangan yang begitu detail tentang sosok ibu mereka, bau ibu mereka di gelas-gelas teh yang pernah disuguhkan untuknya, berjuta-juta kerinduan yang selalu mereka simpan di dada. Dan setiap kali mereka mengingat kenangan itu, mereka selalu meneteskan air mata.
Ya, aku masih sangat bersyukur, bahwa aku masih memilikimu, Ibu. Yang tak pernah selesai dalam mendoakan keselamatanku. Yang tak pernah absen dalam berpuasa di hari lahirku.
Terima kasih Ibu.
Selamat Hari Ibu