Curiga
Peperangan yang tanpa batas adalah memerangi waktu dan lupa. Maka hadirlah usaha melawan lupa yang di tulis oleh sahabat saya: Nadhief. Ya, saya sepakat sekali dengan sahabat saya ini. Bahwa untuk tidak lupa itu dibutuhkan usaha. Dan pantaslah orang yang berusaha untuk tidak lupa ini mendapatkan gelar sebagai pahlawan. Karena orang yang berusaha untuk tidak lupa inilah nantinya yang akan mengingatan kita semua. Bahwa kita pernah berpeluk mesra, bahwa kita pernah bertengkar, bahwa cinta itu memang buta, bahwa ilmu itu harus diajarkan, bahwa yang benar itu adalah benar, bahwa yang salah itu salah, bahwa kita ini manusia, dan bahwa-bahwa yang lainnya.
Para pahlawan datang, karena para pendongeng datang, begitu menurut Goenawan Mohamad dalam catatan pinggirnya yang berjudul Qin. Kemudian saya juga teringat dengan Kang Abik yang beberapa bulan lalu survey ke Mesir ini. menurut Kang Abik, bangsa yang besar adalah bangsa di mana banyak pendongengnya.
Ada sesuatu yang lucu terjadi. Ketika orang membaca Ayat-Ayat Cinta-nya kang Abik, mereka langsung percaya begitu saja. Dan mulailah ada keinginan untuk pergi ke negeri di mana setting dalam cerita itu; Mesir. Ketika sampai di Mesir, ia begitu tercengang. Ia menemui Bandaranya yang tidak rapi, administrasinya yang membosankan, kotor, dan memang benar-benar tidak sesuai dengan imajinasi sebelum ia berangkat. Kemudian ketika sampai di flat yang disewa, pertama-tama merasa biasa saja, kemudian keheranan, dan akhirnya ikut terbiasa. Yang jelas, kebiasaan yang yang ssaya ceritakan itu bukan kebiasaan yang menurut sebagian besar orang muslim baik. Kebiasaan yang saya maksud adalah kebiasaan menghabiskan ribuan menit di depan komputer dengan bermain game, chating, dan lain-lain. Kemuadian ada kebiasaan yang hampir sama dengan kebiasaan kelelawar atau kalong, yaitu mengubah malam menjadi siang, dan siang dijadikan malam. Ya jadinya tidurnya kalau siang aja, takut kena matahari, mungkin. Ketika memasuki masa kuliah, ia merasa tercengang, bahkan bukan hanya tercengang, tapi terkejut. "lho, kok bisnya ngga lewat-lewat?" Setelah mendapati bis, ia hatinya mengeluh, "sesak sekali, masak harus berdiri seperti ini terus?" Ya, pertanyaan demi pertanyaan akan terus bergulir. Dan entahlah, pertanyaan itu ia tujukan sama siapa, karena manusia-manusia yang berada di sekitarnya tidak ada yang menjawabnya.
Dan keanehan itu semakin ia rasakan ketika memasuki kampus. "Astaghfirullahal adhiem, Kok bisa kaya gitu antriannya, tidak bisa tertib sedikit apa?" dan ketika memasuki kela, "Lho, kok tidak ada mahasiswa yang asal Indonesianya? lho kok ...?" Ia mungkin sedikit menyesal karena telah mempercayai novel yang dikemas secara apik oleh Kang Abik itu. Dan tentu saja, namanya juga manusia, ketika menemukan dan bertatapan langsung dengan pencipta karya tersebut, ia langsung protes. Dan menuduh sang pencipta karya itu sebagai pembohong."Kenapa tidak sesuai dengan realita yang ada?" Hehehehe. Kalau saya, akan tertawa lebar sambil berguling-guling di tanah. LOL. laugh out of loud. Dan ternyata jawaban kang Abik ternyata cukup bijak. "Kita telah berhasil membohongi publik." Ya, iyalah. itu kan novel, sebuah karya yang tidak mesti, atau bahkan sangat jauh berbeda dengan alam nyata. Atau bahkan hayalan tingkat tinggi. Yang jadi pertanyaan, kenapa novel Harry potter tidak digugat, Superman, Batman, dan karya-karya yang lebih nyata tingkat pembohongannya lebih tinggi tidak digugat? Saya rasa kita punya hati untuk mengukur dan menilai sesuatu. Dan tentu saja, jangan mudah percaya dengan apa yang kamu lihat. Memang hidup ini harus selalu dicurigai.
Para pahlawan datang, karena para pendongeng datang, begitu menurut Goenawan Mohamad dalam catatan pinggirnya yang berjudul Qin. Kemudian saya juga teringat dengan Kang Abik yang beberapa bulan lalu survey ke Mesir ini. menurut Kang Abik, bangsa yang besar adalah bangsa di mana banyak pendongengnya.
Ada sesuatu yang lucu terjadi. Ketika orang membaca Ayat-Ayat Cinta-nya kang Abik, mereka langsung percaya begitu saja. Dan mulailah ada keinginan untuk pergi ke negeri di mana setting dalam cerita itu; Mesir. Ketika sampai di Mesir, ia begitu tercengang. Ia menemui Bandaranya yang tidak rapi, administrasinya yang membosankan, kotor, dan memang benar-benar tidak sesuai dengan imajinasi sebelum ia berangkat. Kemudian ketika sampai di flat yang disewa, pertama-tama merasa biasa saja, kemudian keheranan, dan akhirnya ikut terbiasa. Yang jelas, kebiasaan yang yang ssaya ceritakan itu bukan kebiasaan yang menurut sebagian besar orang muslim baik. Kebiasaan yang saya maksud adalah kebiasaan menghabiskan ribuan menit di depan komputer dengan bermain game, chating, dan lain-lain. Kemuadian ada kebiasaan yang hampir sama dengan kebiasaan kelelawar atau kalong, yaitu mengubah malam menjadi siang, dan siang dijadikan malam. Ya jadinya tidurnya kalau siang aja, takut kena matahari, mungkin. Ketika memasuki masa kuliah, ia merasa tercengang, bahkan bukan hanya tercengang, tapi terkejut. "lho, kok bisnya ngga lewat-lewat?" Setelah mendapati bis, ia hatinya mengeluh, "sesak sekali, masak harus berdiri seperti ini terus?" Ya, pertanyaan demi pertanyaan akan terus bergulir. Dan entahlah, pertanyaan itu ia tujukan sama siapa, karena manusia-manusia yang berada di sekitarnya tidak ada yang menjawabnya.
Dan keanehan itu semakin ia rasakan ketika memasuki kampus. "Astaghfirullahal adhiem, Kok bisa kaya gitu antriannya, tidak bisa tertib sedikit apa?" dan ketika memasuki kela, "Lho, kok tidak ada mahasiswa yang asal Indonesianya? lho kok ...?" Ia mungkin sedikit menyesal karena telah mempercayai novel yang dikemas secara apik oleh Kang Abik itu. Dan tentu saja, namanya juga manusia, ketika menemukan dan bertatapan langsung dengan pencipta karya tersebut, ia langsung protes. Dan menuduh sang pencipta karya itu sebagai pembohong."Kenapa tidak sesuai dengan realita yang ada?" Hehehehe. Kalau saya, akan tertawa lebar sambil berguling-guling di tanah. LOL. laugh out of loud. Dan ternyata jawaban kang Abik ternyata cukup bijak. "Kita telah berhasil membohongi publik." Ya, iyalah. itu kan novel, sebuah karya yang tidak mesti, atau bahkan sangat jauh berbeda dengan alam nyata. Atau bahkan hayalan tingkat tinggi. Yang jadi pertanyaan, kenapa novel Harry potter tidak digugat, Superman, Batman, dan karya-karya yang lebih nyata tingkat pembohongannya lebih tinggi tidak digugat? Saya rasa kita punya hati untuk mengukur dan menilai sesuatu. Dan tentu saja, jangan mudah percaya dengan apa yang kamu lihat. Memang hidup ini harus selalu dicurigai.