<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d35515654\x26blogName\x3dSeruput\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://seruput.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://seruput.blogspot.com/\x26vt\x3d-8552764801363357580', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>


Bingung, Nulis aja agh

Entahlah. Tanganku seperti gatal kalau tidak menulis. Aku ingin menulis apa saja yang berkeliaran di kepalaku. Sungguh, aku sangat tersiksa jika memaksakan diri untuk tidak menulis. Aneh, mau memejamkan mata sulitnya minta ampun. Apa aku sudah kecanduan menulis?? Padahal kualitas menulisku tidak lebih dari anak yang baru belajar di sekolah dasar *bahkan lebih jelek dari itu. Ih, jadi malu aku* Tapi aku tidak perduli dengan semua itu. Biar saja orang mengejekku. Aku akan mengambil kritik-kritiknya saja sebagai pembangun semangat belajarku agar lebih baik. “mengkritik itu boleh asal membangun” , saya lupa puisi siapa itu.

Sebenarnya aku bingung mau menuliskan apa, tanganku bergerak sendiri. Seperti ada sesuatu yang ingin disampaikannya. “aku tidak mau kau jadikan bantalmu”, rasanya sudah tidak tahan. Ia berontak, karena hanya aku jadikan sebagai bantal. Bahkan pernah kejatuhan air liurku *Hi...Jijai banget*

Ehm, sekarang aku terusin lagi deh. Aku mo cerita tentang suatu tempat yang tidak begitu istimewa. Tempatnya lumayan jauh, Doki. Perjalanannya pun juga lumayan. Cukup puas untuk bisa tidur *soalnya jalanannya juga macet. Jadi tambah asyik mendengkur..hehehe* :-P. Aku berangkatnya dari rab’ah, naik tramko menuju Ramsis. Setelah itu masuk ke stasiun kereta bawah tanah *Metro –begitu orang Mesir menyebutnya-* bagiku, tempat ini luar biasa. Karena di Indonesia ngga ada yang kaya beginian. *kapan ya indonesia bisa bikin kereta bawah tanah? –sambil banyak berharap-* Aih..., lanjutt...Di sini ada kejadian seru (waktu beli tiket). Tapi ga perlu aku ceritain, ya. Biar ceritanya buat aku sendiri aja. Kapan-kapan kalau sudah waktunya, baru aku mau cerita. :D. Dan aku pun turun ke lantai paling bawah *lho?? Iya, walupun dibawah tanah, di sini juga ada tingkatnya. Luar biasa bukan??* nah, kemudian aku naik kereta. Di dalam kereta, aku ga kebagian tempat duduk *hik..hik...sedih*. Akhirnya aku naik kereta sambil berdiri. Duh...pegal juga nih kaki. Dari Ramsis sampai Doki ngga dapet-dapt tempat duduk. Yang ada malah semakin ramai orang masuk kereta ini. Udara semakin panas. Bau keringat benar-benar tidak tertahankan. Kita semua saling berebut oksigen.

Taratta....akhirnya nyampe juga di Doki. Kami menyusuri jalan menuju tempat yang kami tuju. Lho kok kami sih? *iya, soalnya waktu itu bukan aku saja, ada dua orang temanku lagi*. Rasa capek kemudian hilang ketika kami sampai di tempat tujuan. Tempat ini memang bukan tempat yang istimewa. Hanya sebuah toko peralatan sekolah dan pernak-pernik. Di dalamnya juga disediakan jasa fotokopi. Nah, inilah sebenarnya yang kami tuju. Namun, hari ini tidak seperti biasanya. Baru sekarang ini aku melihat toko ini sesak dengan banyak calon pembeli. Dan semuanya adalah perempuan. Gila aja. Gimana ngga grogi...semuanya perempuan, standart Mesir. Perhatianku adalah pada cara berpakaian mereka. Lucu. Ada yang bergaya artis dengan sepatu koboi, tapi berkerudung, ada yang berpakaian serba hitam dan juga mmakai cadar, ada juga yang memakai kerudung tapi tidak sampai dadanya, ada juga yang tidak memakai kerudung dengan rok pendek dibawah lutut *seperti pakaian pegawai ngeri di Indonesia*, tapi yang paling banyak adalah perempuan bercelana jeans, berkaos ketat dengan memakai kerudung. Hehehe.

Menurutku budaya berbusana di Mesir itu sangat unik. Karena semuanya hanya setengah-setengah. Setengah syariat, setengahnya lagi mode. Unik bukan? Modenya pun mengikuti gaya Eropa. Tapi, menjelang musim dingin, semua manusia di Mesir ini berpakaian tertutup. Dengan Jaket tebal, celana ‘monyet’ –sebutan saya untuk celana hangat, celana panjang yang tebal sebagai ‘rangkepan’—memakai shal, dan juga penutup kepala. Sudah jarang saya melihat oang-orang memakai sandal. Rata-rata sudah memakai sepatu. Biasa-lah, Manusia kan punya naluri untuk beradaptasi dengan lingkungan. Tapi menjelang musim panas nanti *setelah ditinggal musim dingin*, semuanya akan kembali berubah. Kita lihat saja nanti.

Sorry kalau ngga nyambung, soalnya aku nulis ngga pake konsep, draft atau apa saja. Aku menulis dengan spontanitas aja. Yang penting terus menulis. Kecuali kalau menulis makalah atau artikel untuk diprsentasikan, baru aku serius nulisnya. Hehehehe. Matur Nuwun.
« Home | Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »

» Post a Comment