Sepulang Mengaji
Hari itu, sepulang mengaji dari langgar tempat kita bersama-sama belajar membaca al-quran, kita berjalan bersama. Tentu saja karena arah rumah kita satu arah. Dalam perjalanan, kau banyak bercerita. Tentang ayahmu yang seorang penyair, tentang ibumu yang pandai menjahit, tentang kakakmu yang hampir lulus kuliah, tentang adikmu yang suka merengek, dan juga tentang dirimu yang [menurutmu] nggak jelas. Aku tahu, kau bercerita tentang itu karena sudah tidak ada bahan lain lagi untuk diceritakan. Semuanya telah kita habiskan di langgar tadi. Dan dalam perjalanan ini, kau harus tetap bercerita untuk mengusir rasa takutmu. Ya, kamu selalu merasa ketakutan di kegelapan malam.
"Tenang saja, tidak perlu takut, ada aku," aku mencoba menenangkanmu. Seolah menjadi pahlawan yang selalu terlambat datang.
Aku cukup mengerti, bukan tanpa alasan kau selalu bercerita kepadaku. Itu semua karena kau percaya, bahwa aku adalah tempat yang aman untuk menumpahkan segala isi hatimu. Juga tempat yang paling aman untuk menyimpan rahasiamu.
Namun yang tidak bisa aku mengerti, kenapa kau selalu menghindar ketika aku menanyaimu tentang gigimu yang hilang itu?
"Tenang saja, tidak perlu takut, ada aku," aku mencoba menenangkanmu. Seolah menjadi pahlawan yang selalu terlambat datang.
Aku cukup mengerti, bukan tanpa alasan kau selalu bercerita kepadaku. Itu semua karena kau percaya, bahwa aku adalah tempat yang aman untuk menumpahkan segala isi hatimu. Juga tempat yang paling aman untuk menyimpan rahasiamu.
Namun yang tidak bisa aku mengerti, kenapa kau selalu menghindar ketika aku menanyaimu tentang gigimu yang hilang itu?