Bangga Produk Sendiri
Aku suka sekali jalan sore-sore. Nah, ceritanya, setelah selesai ujian, aku tidak langsung pulang. jalan-jalan dulu ke belakang Azhar, samblil lihat-lihat buku. Hmmm...cuman lihat-lihat aja sih, soalnya budget untuk beli buku bulan ini kan dah ga ada. Coz harus perhitungan juga, karena harga-harga sekarang sudah di luar batas kewajaran. Melangit dan mencekik.
Setelah selesai melihat-lihat, kurang sempurna rasanya kalau tidak mampir ke masjid Azhar. Menenangkan diri dengan menunaikan kewajiban. Setelah selesai menunaikan kewajiban, ada dua orang Mesir yang datang menghampiriku. Awalnya, aku ga respect banget. Sebab, sudah merasa kapok dengan kebanyakan orang Mesir. Rata-rata cuman pengen cari perhatian, cuman nanya jam [padahal mereka pake jam tangan], atau cuman pengen iseng aja. Tapi kali ini laen. Dia nanya tentang asalku; Indonesia. Tidak seperti kebanyakan Mesir lainnya yang selalu nanya orang asia dengan sebutan maliziy (sebutan orang Mesir buat orang Malaysia). Dan tentu saja aku respect. Mana ada ketika orang ditanya asal daerahnya diem aja.
Nggak tahu kenapa, akhirnya aku jadi seperti penjual jamu. Nyerocos nggak karuan. Ya, tentu saja karena lawan bicaraku ini cukup antusias mendengarkan aku nyerocos ke barat dan ke timur. Akhirnya, sampailah pada percakapan yang sangat...., Hmmm...sangat mengharukan. Dia nanyain, tentang produk Indonesia di sini. Ya aku jawab saja, banyak. Ada pasta gigi, ada ban mobil, ada makanan, ada peralatan rumah tangga, dan lain sebagainya. Kemudian dia nanyain barang-barang yang aku pakai. Upss...dari bawah ke atas hingga ke bawah lagi, ga ada yang asli bikinan Indonesia. Wah...wah..., lalu aku tanya balik. Ternyata yang dia pakai adalah produk negara mereka sendiri; Mesir, kecuali satu. Sesuatu yang melingkar di pergelangan tangannya; jam tangan. Menurutnya, dia memang sengaja membeli jam tangan itu dari luar karena di Mesir ini belum ada yang bisa membuat jam tangan yang bisa dipakai melebihi dua bulan. Ya, mirip-mirip buatan Cina gitu deh. Gitu katanya. Lalu aku bilang saja, Kalau Indonesia disuruh bikin jam karet, pasti tidak terkalahkan. Lalu kita tertawa terkekeh-kekeh berbarengan.
Nah, lepas dari semua itu. Pikiranku kemudian terbang ke sebuah pertanian di Indonesia, dimana sang petani menggunakan baju berlabel amerika, celana pendek buatan Prancis, yang sedang membajak sawah dengan sapi australia, dan bajaknya buatan Thailand. Huhuhu. Setelah Cape, sang petani duduk-duduk dengan cara bersila di gubuk sambil makan nasi impor dari Thailand, dengan lauk tempe [yang katanya sudah menjadi milik jepang] sambil melihat petani lain yang sedang mencangkul dengan menggunakan cangkul bermerk buatan Cina. Bosen memandang Pencangkul, ia kemudian menyalakan rokok cerutu buatan itali sambil menghirup kopi Brasil. lalu mengalihkan matanya kepada istrinya yang sedang memompa air dengan pompa buatan Singapura dan menyanyikan lagu rasa sayange yang sudah menjadi milik Malaysia.
Huh...Bangga sekali aku jadi orang Indonesia.
Setelah selesai melihat-lihat, kurang sempurna rasanya kalau tidak mampir ke masjid Azhar. Menenangkan diri dengan menunaikan kewajiban. Setelah selesai menunaikan kewajiban, ada dua orang Mesir yang datang menghampiriku. Awalnya, aku ga respect banget. Sebab, sudah merasa kapok dengan kebanyakan orang Mesir. Rata-rata cuman pengen cari perhatian, cuman nanya jam [padahal mereka pake jam tangan], atau cuman pengen iseng aja. Tapi kali ini laen. Dia nanya tentang asalku; Indonesia. Tidak seperti kebanyakan Mesir lainnya yang selalu nanya orang asia dengan sebutan maliziy (sebutan orang Mesir buat orang Malaysia). Dan tentu saja aku respect. Mana ada ketika orang ditanya asal daerahnya diem aja.
Nggak tahu kenapa, akhirnya aku jadi seperti penjual jamu. Nyerocos nggak karuan. Ya, tentu saja karena lawan bicaraku ini cukup antusias mendengarkan aku nyerocos ke barat dan ke timur. Akhirnya, sampailah pada percakapan yang sangat...., Hmmm...sangat mengharukan. Dia nanyain, tentang produk Indonesia di sini. Ya aku jawab saja, banyak. Ada pasta gigi, ada ban mobil, ada makanan, ada peralatan rumah tangga, dan lain sebagainya. Kemudian dia nanyain barang-barang yang aku pakai. Upss...dari bawah ke atas hingga ke bawah lagi, ga ada yang asli bikinan Indonesia. Wah...wah..., lalu aku tanya balik. Ternyata yang dia pakai adalah produk negara mereka sendiri; Mesir, kecuali satu. Sesuatu yang melingkar di pergelangan tangannya; jam tangan. Menurutnya, dia memang sengaja membeli jam tangan itu dari luar karena di Mesir ini belum ada yang bisa membuat jam tangan yang bisa dipakai melebihi dua bulan. Ya, mirip-mirip buatan Cina gitu deh. Gitu katanya. Lalu aku bilang saja, Kalau Indonesia disuruh bikin jam karet, pasti tidak terkalahkan. Lalu kita tertawa terkekeh-kekeh berbarengan.
Nah, lepas dari semua itu. Pikiranku kemudian terbang ke sebuah pertanian di Indonesia, dimana sang petani menggunakan baju berlabel amerika, celana pendek buatan Prancis, yang sedang membajak sawah dengan sapi australia, dan bajaknya buatan Thailand. Huhuhu. Setelah Cape, sang petani duduk-duduk dengan cara bersila di gubuk sambil makan nasi impor dari Thailand, dengan lauk tempe [yang katanya sudah menjadi milik jepang] sambil melihat petani lain yang sedang mencangkul dengan menggunakan cangkul bermerk buatan Cina. Bosen memandang Pencangkul, ia kemudian menyalakan rokok cerutu buatan itali sambil menghirup kopi Brasil. lalu mengalihkan matanya kepada istrinya yang sedang memompa air dengan pompa buatan Singapura dan menyanyikan lagu rasa sayange yang sudah menjadi milik Malaysia.
Huh...Bangga sekali aku jadi orang Indonesia.