<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d35515654\x26blogName\x3dSeruput\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://seruput.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://seruput.blogspot.com/\x26vt\x3d-8552764801363357580', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe", messageHandlersFilter: gapi.iframes.CROSS_ORIGIN_IFRAMES_FILTER, messageHandlers: { 'blogger-ping': function() {} } }); } }); </script>


Takon

"Sampai kapan kematian akan terus membayangi?" Tanyaku suatu ketika.
"Tentu saja sampai kau benar-benar mati," jawabmu dengan sigap.

Lalu aku berpikir keras. Lebih keras. Lebih keras lagi. Kemudian aku pikir-pikir lagi. Ya, ternyata kau benar. Tapi tidak lam setelah pikiranku membenarkan jawabanmu itu, muncul lagi sebuah pertanyaan. Kapan aku bisa benar-benar mati. Bukankah setelah aku benar-benar mati nanti, aku akan dibangunkan kembali. Menjadi manusia neraka. Atau tidak jauh-jauh dari itu, akan menjadi manusia surga.

Bukannya aku sombong. Kau sendiri yang mengajari aku, bahwa setelah kita mati nanti, kita akan dibangunkan. Dihitung pahala dan dosa yang telah susah payah kita kumpulkan. Kalau lebih banyak dosa yang kita kumpulkan, maka kita akan menjadi manusia neraka. Manusia yang setiap detiknya selalu tersiksa dan disiksa. Dipanggang dan direbus dengan air mendidih jutaan kalori hidup-hidup. Betapa ngeri aku mendengar itu. Kemudian kau juga menceritakan bagaimana nikmatnya kalau pahala kita yang lebih banyak. Kau bilang, kita akan dikerumuni oleh bidadari-bidadari yang serba cantik. "Luar dalam," katamu bersemangat. Dan imanku pun semakin menjadi-jadi kuatnya. Tapi setelah aku pikir-pikir. Betapa dungunya aku. Kenapa aku bisa menjadi sedungu dan juga segila ini. Mengharapkan sesuatu yang belum pasti. Apa benar Tuhan akan memberikan aku kesempatan untuk tinggal di Surganya yang teduh itu kepadaku? Sementara ketika aku beribadah, aku tidak pernah sekalipun merasa ikhlas. Aku selalu mengharapkan balasan SurgaNya. Dan aku tahu, Ikhlas itu tidak mengharapkan apa-apa, selain ridhoNya. Kau juga yang mengajari aku tentang itu.


Kekal

Kau mengajari aku banyak hal. Karena memang dasarnya aku ini bodoh. Maka tidak ada pekerjaan lain yang bisa aku kerjakan selain bertanya. Ya, bertanya, bertanya, dan bertanya. Aku punya pertanyaan tentang Kekal yang kau ajarkan beberapa waktu lalu. Kau bilang " Hanya Allah yang kekal." Dan aku hanya mengangguk-angguk pura-pura mengerti. Padahal waktu itu pikiranku bercabang-cabang berusaha mencari akar yang tidak pernah bisa aku sentuh. Kekal? Ya, kekal yang kau ajarkan itu telah membuat otakku berputar-putar pada ruang yang aku tidak tahu mau menyebutnya apa. Aku mungkin sudah gila. Karena aku berpikir bahwa manusia juga kekal adanya. Ini bukan tidak berdasar. Semua ini aku dasarkan pada ceramah-ceramahmu dan kitab-kitab yang telah kau referensikan untukku. Katamu, manusia akan hidup setelah kematian benar-benar menjemput. Dan itulah sebenar-benarnya kehidupan. Kehidupan yang tanpa batas. Tanpa ukuran usia. Bukankah itu juga kekal. Pertanyaanku, Bagaimana pendapatmu? Ajari aku untuk mengerti.
« Home | Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »