<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d35515654\x26blogName\x3dSeruput\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://seruput.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://seruput.blogspot.com/\x26vt\x3d-8552764801363357580', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>


Sup Tulang Ayam

Malam-malam sekitar jam setengah sebelasan, saya masak bersama Bambang. Sebenarnya bukan karena lapar, tapi hanya karena ingin menikmati malam. Setelah kita berdua bersepakat, akhirnya langsung menuju dapur dan memulai memotong-motong wortel dan kentang. Sedangkan tugas saya memotong ayam yang hanya tinggal tulangnya saja. Setelah memotong tulang-tulang ayam, kemudian saya menghidupkan kompor dan merebus air. Bambang pun sibuk melembutkan bumbu-bumbu yang sudah diracik sedemikian rupa. Bawang merah, bawang putih, dan laos yang sudah dilembutkan kemudian dimasukkan ke panci yang sudah berisi air panas. Setelah mendidih, kemudian tulang-tulang ayam dimasukkan, wortel dan kentang juga dimasukkan. Setelah itu baru di taburi garam, maggi secukupnya, dan kalau ada ditambah sedikit vetsin. Setelah semuanya matang, kemudian kami panggil teman-teman yang lain untuk ikut makan bersama. Ada Afif, Imam, dan Haykal. Dan kami pun asyik makan Sup tulang ayam dengan variasi wortel dan kentang. Sederhana, tapi terasa.

Hidup, memang tidak jauh-jauh dari contoh-contoh yang teramat sederhana. Persis seperti ketika saya dan Bambang akan memasak Sup. Pada mulanya ada kesepakatan, semisal kesepakatan antara keluarga Si A dan keluarga Si B untuk menjodohkan Si A dan Si B. Dan kemudian, pada malam harinya, terjadilah kesepakatan ke dua. Dan pergumulan pun dilaksanakan dengan penuh keikhlasan. Hinggga terbilang hanya dalam beberapa bulan, terhitung sejak terjadinya pergumulan malam itu, Si Betina kemudian bunting. Dan tidak lama kemudian Si Betina melahirkan anak. Mulailah mereka hidup bertiga, berempat, berlima, bahkan ada yang sampai belasan. Si betina pun sibuk merawat, menyusi, memandikan, hingga me-cewok’i (membersihkan setelah buang air) anaknya. Tidak kalah sibuknya, Si Jantan memikirkan kesejahteraan keluarganya. Mencari nafkah dan memikirkan bagaimana nanti nasib anak-anaknya. Kemudian disekolahkannya anak-anaknya itu, agar mereka bisa hidup mandiri.

Setelah dewasa, anak-anak itu kemudian mulai mengenal lawan jenisnya. Mereka pun saling tertarik. Anak-anak muda biasa menyebutnya Cinta. Dan terjadilah sebuah hubungan yang kemudian diistilahkan dengan pacaran. Kemudian terjadilah kesepakan-kesepakatan baru. Dan begitulah seterusnya.

Hidup itu memang selalu berproses. Ada banyak hal yang sebenarnya kita tahu, tapi kita tidak pernah merasakannya. Tapi hidup, sesuatu yang tidak pernah kita tahu, kita merasakannya.
« Home | Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »

» Post a Comment