Kekesalan dan Kepuasan
Huh, sungguh menyebalkan. Keparat. Sungguh, Orang Mesir itu memang tidak berperasaan. Tadi pagi aku mengantarkan dua orang temanku untuk membuat kartu mahasiswa di Kuliah. Di kampus memang banyak yang sedang antri, mahasiswa dari berbagai negara pada antri untuk mengurus keperluan mereka. ada yang mengurus kartu, ada yang mengurus beasiswa, ada yang meminta surat keterangan, ada juga yang hanya ikut ngantri, tapi ngga ngapa-ngapain. Menyebalkan.
Satu-persatu orang di depan kami menyelesaikan urusan mereka. Tepat di depan saya ada orang berkebangsaan Somalia, orang Hitam (begitu kami menyebut orang-orang yang berkulit hitam legam). Ternyata orang ini ribut sama petugas, dia mempermasalahkan Kartu-nya yang belum jadi. "Minggu depan! InsyaAllah jadi," Petugas menjelaskan. Rupanya orang Somalia ini sudah tidak tahan dikibulin terus-terusan. Akhirnya, si Orang hitam inipun naik pitam. "Minggu depan, Minggu depan, Apa harus nunggu kiamat, baru dibikinin? Hah? Saya sudah sebulan ngurusin kartu, masa sampai sekarang masih belum jadi juga?" Sambil menuding-nuding, si Orang hitam ini membentak-bentak Petugas.
Kejadian ini sungguh menarik perhatian mahasiswa-mahasiswa lain yang sedang mengurus urusan mereka. Semua orang memandang ke arahnya. akhirnya si petugas pergi ke dalam dan.... eng ing eng.... Ternyata si petugas tadi mengambil kartunya si orang hitam ini. "Lain kali kalau mau bohong pake perasaan ya," lanjut si orang hitam sambil meninggalkan antrian.
Nah, pas giliranku, Adzan pun berkumandang, dengan seenak perutnya si petugas bekata "Bukroh InsyaAllah!". Kata-kata yang bener-bener menyakitkan. bagaimana tidak, sudah antri tiga jam-an malah dibilangin bukroh. Saya pun mulai ikut-ikutan memaksa, tapi pintunya malah ditutup. Karena saya hanya ingin mengambil kartu, akhirnya aku lewat pintu belakang. saya ketuk pintu sedikit keras, si petugas pun membukanya. tapi dia tetap memaksa untuk tidak melayani saya. Akhirnya sayapun harus memutar otak untuk bisa merayu si petugas botak itu. saya ambil paspor, saya selipkan uang lima pound-an dan saya tunjukkan kepada si petugas. Eng....ing...eng...kontan saja mata si petugas langsung berbinar. "Mau apa kamu?" tanyanya mulai meramah. Saya pun menjawab, "mau mengambil kartu." Dia langsung masuk ke dalamdan mengambilkan kartu saya. Setelah kartu diberikan, sayapun bergegas pergi. Si petugas hanya terbengong saja. Dalam pikiran saya, Maling mo dimalingin? sialan. tanpa menghiraukan kebengongan si petugas saya pun melangkah puas. Alhamdulillah, saya bisa ngerjain orang yang suka ngerjain orang. Kacian Deh lu!!
-------------------------------------------------------------------------------------------
*bukroh = bahasa arab ammiyah Mesir yang berarti besok. (biasanya dipakai untuk besok yang tanpa batas, sedangkan kalau besok sungguhan biasanya memakai kata ghodan)
*bukroh = bahasa arab ammiyah Mesir yang berarti besok. (biasanya dipakai untuk besok yang tanpa batas, sedangkan kalau besok sungguhan biasanya memakai kata ghodan)
Phie' menarik sekali ketika aku membaca tulisan2mu ini, pertamanya aku kira ini cerpen, ternyata cuman coretan kecil. Huh, sayang sekali coba ini cerpen pasti jadi cerita yang menarik tuk dibaca. Cuman, literatur kepenulisannya yang masih setara, artinya: masih ada kesalahan gitu loch!!! hihihi...
Tapi, kalau dari segi isi dan katanya, sangat menyentuh sekali lho,suer...disambar geledek.
Benar kata kamu, manusia kadang bisa menyerah dan tunduk hanya karena harta (uang), terbukti satu contoh yang kau tulis itu.
Phie', Satu lagi yang menimbulkan tanda tanya dari tulisanmu itu, yakni kenapa ya manusia begitu egois, hingga tidak bisa mengendalikan kesabaran yang dimilikinya. Mengapa hanya amarah yang dikedepankan. Padahal sabar itu tidak terbatas pada ruang dan tempat, tetapi sabar itu ibarat samudera yang tak pernah bertepi.
Sama halnya juga ketika kamu mengatakan dalam postingan yang baru itu,"beribadah itu tidak cuman di masjid, dimanapun kita bisa melakukan ibadah". begitu khan!
Lalu, kenapa sabar itu tidak kita coba samakan dengan ibadah yang tak mengenal tempat. Padahal sabar itu juga adalah bagian dari ibadah itu sendiri. Nah, mengapa kita lupa itu?
Eh, Phie' jangan dianggap yang bukan2 lho postcommentku ini, coz ini hanya sebuah celoteh kecil dari mulut yang tak terurus...kekekekekek :))
» Post a Comment