Sebuah Kebingugan
Pada saat ulang tahun (hari kelahiran), orang-orang di sekitar selalu mengucapkan selamat. Ada pesta dengan segala pernak-perniknya, ada juga yang mengadakan syukuran, dengan mengadakan khataman al-qur'an misalnya, dan ada juga yang tidak dirayakan alias biasa-biasa saja. Sepi. Hari kelahiran ini tidak mesti dinisbatkan kepada manusia, ada yang karena hari kelahiran kucingnya, ada yang karena kelahiran anjingnya, tikusnya, atau organisasinya.
Entahlah, saya sendiri bingung. Padahal kalau dipikir-pikir, dengan sampainya kita pada hari kelahiran, semakin dekat pula hari kematian. Berapa lama sih umur manusia? Paling hanya seratus atau limaratus tahun. Itu dulu, sekarang, paling banter seratus tahun-an, dan itupun sangat amat langka dan jarang. Kalau ummat muslim, kalau mau mengikuti pemimpinnya, ya enampuluh tiga tahu itu. Ya, mungkin tidak jauh-jauh dari situ. Walaupun sebenarnya tidak ada yang tahu, kapan kematian itu akan menjemput, tapi setelah melihat frekuensi usia kematian rata-rata yang normal, ya segitu itu. Nah, sekarang kalau kita bicara kenyataan, anak-anak, pemuda juga banyak yang mati. Halah....kita lihat kematiannya dulu. Harus dijawab dulu pertanyaan semacam ini, normal ngga kematiannya? Jangan-jangan kematiannya itu karena bunuh diri, dibunuh, atau terbunuh. Nah, di sini, aku saya bingung lagi. Terus peran Tuhan itu ke mana ya? Bukankah Dia (saya tidak biasa mengganti Tuhan dengan Beliau, saya lebih suka Dia, bukan berarti saya ikut-ikutan lho) yang menentukan mati dan hidup makhluknya?
Dari situ, ubun-ubun kepala saya jadi penuh dengan pertanyaan yang sebenarnya sama sekali tidak berkualitas, dan pastinya akan diketawain oleh teman-teman saya yang pinternya di atas saya. Seumpanya, pertanyaannya begini: Benarkah saya akan tetap hidup seandainya orang tua saya tidak menikah? Apakah saya akan tetap terlahir ke Dunia walaupn orang tua saya tidak melakukan 'hubungan keluarga' itu?