<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d35515654\x26blogName\x3dSeruput\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://seruput.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://seruput.blogspot.com/\x26vt\x3d-8552764801363357580', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>


Suatu Sore di Toko BUku

Sore hari selepas shalat ashar, Samina mengajakku untuk menemaninya ke sebuah toko buku. Tanpa banyak kata, aku mengiyakan. Sebenarnya, aku memang sudah berniat beberapa hari yang lalu untuk belanja buku. Kebetulan, jadi belanjanya bisa barengan. Dan kami pun sepakat untuk bertemu di toko buku SINAR ABADI yang berlokasi di dekat kampus.

Suasana di toko buku itu sangat ramai. Banyak mahasiswa yang sedang asyik mengamat-amati dan membaca-baca sampul buku. Entah mereka berniat membeli atau hanya ingin membaca saja.

“Selamat sore, Cinta,” sapaku kepada Samina yang tengah asyik membaca bagian belakang sebuah buku.
“Hey, kamu, Ngan. Udah nyampe rupanya,”
“Emang kamu mau nyari buku apa sih Min? Perasaan baru kemarin kamu belanja buku.”
“Hmm...Ya, begini ini seharusnya mahasiswa. Menurutku, tabungan mahasiswa itu ya buku. Ilmu. Makanya, setiap aku punya uang, aku akan selalu menyisihkan sebagiannya untuk membeli buku. Bukan buat rokok”
“Nyindir nih, ceritanya? Dasar, mentang-mentang kutu buku. Emang kamu mau ngerokok? Kamu kan cewek. Ya, tapi begini-begini, aku juga rutin belanja buku, lho. Walaupun pada kenyataannya belanjaku tidak sebanyak belanjaan kamu. Hehehe. Maklumlah....” Samingan mengubah intonasi dan mimiknya seperti seorang penceramah yang sedang verada di atas mimbar.
“Maklum apa? buat beli rokok?” Samina, menekuk pidato Samingan.
“Ya, bukan itu lah, Min. O, ya begini nih. Sebenarnya, aku membeli rokok itu bukan tidak ada gunanya.”
“Maksudmu?”
“Ya, aku beli rokok itu kan buat membuka pikiran.”
“Apa hubungannya rokok sama membuka pikiran?”
“Wah, kamu kutu buku, tapi hal semacam itu saja kamu tidak mengerti, gimana sih? Begini lho, Min,” Samingan mengubah mimik mukanya menjadi sangat serius.
“Iya, gimana?” Samina merasa sangat penasaran.
“orang yang menuntut ilmu itu kan ibarat lebah. Ia harus makan yang baik-baik, dan mengeluarkan yang baik juga. Ya, makanan yang saya maksudkan adalah makanan buat otak, yang berupa ilmu. Ilmu itu bisa didapatkan dari berbagai hal, salah satunya lewat membaca buku,”
“ya, trus...”
“Nah, yang aku tahu, tapi jangan tersinggung ya....”
“apa?”
“Iya, tapi jangan tersinggung ya...”
“Oke deh, tapi kalau nanti tetap tersinggung gimana?” Samina menggoda.
“Ya, sudah. Berarti nggak aku terusin...” Samingan mengunci kata-katanya.
Samina mengembangkan senyum pura-pura yang paling manis yang ia miliki beberapa detik ke arah Samingan. Samingan hanya menunggu aksi Samina selanjutnya sambil mengerutkan dahi. Kemudian Samina berucap, “Iya deh, aku ga akan tersinggung”
“Bener?”
“Bener”
“Janji?”
“Janji”
“Baiklah, Begini. Yang aku tahu, selama ini kamu tuh rajin banget ngasih makan otakmu, rajin banget membaca, tapi kok aku tidak pernah lihat kamu menulis ya? Nah, mengenai rokok yang membuka pikiran itu ya seperti ini. Rokokku itu punya peran penting dalam proses menulisku.”
“Apa !!!? Cuman mau berkata itu, kamu meminta aku untuk tidak tersinggung? Hufh...kirain mau ngomong apaa gitu. Ternyata....”
“iya, cuman itu”
“Ga ngaruh, kalee... Biasa aja, aku kan suka makan”
“Trus ga dikeluarkan?”
“Maksudmu?”
“Ya, makanan yang kamu makan kan tidak semuanya diserap tubuh. Apa kamu mau menumpuk kotoran di dalam tubuhmu?”
“Ya, nggak lah. Apa menurutmu yang aku keluarkan harus kotoran?”
“Tidak”
“Trus...”
“Yang baik kau ubah jadi tenaga, ampasnya kau buang. Yang baik kau jadikan tulisan yang menggairahkan, ampasnya jadikan motivasi”
“O..Maksudmu begini....,” Samina membunyikan suara des dari mulutnya. Oh, tidak, ia membunyikan dari knalpotnya. Iya, suara itu benar-benar halus nan lembut. Selembut angin yang mengikuti suara merdu itu. Dan tanpa disengaja, Samingan pun menghirup aroma semerbak reaksi kimia alamiah tersebut. Perlahan-lahan aroma itu mulai meracuni udara sekitar.
« Home | Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »