<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d35515654\x26blogName\x3dSeruput\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://seruput.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://seruput.blogspot.com/\x26vt\x3d-8552764801363357580', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>


Latihan Kaya

Rokim adalah seorang penjual kain yang sukses, urusan finansialnya bisa dibilang lancar-lancar saja. Saat ini, ia mempunyai dua BlackBerry, sepeda motor Honda MegaPro dan Yamaha Viction, Mobil Toyota Kijang LGX, dan tentu saja rumah dan segala perabotnya. Selain itu, ia juga mempunyai istri yang cantik dengan satu buah hatinya yang masih berusia lima tahun. Pokoknya, yang namanya Rokim ini tidak pernah kesusahan dengan urusan keuangan. Suatu waktu, disebuah warung kopi, ia bertemu dengan seorang pria penarik becak yang sudah dikenalnya.

“Sekarang Pasar sudah sepi, Cak. Nggak seperti dulu,” Rokim memulai obrolan sambil menghisap asap Marlboro-nya dalam-dalam.
“Hehe...walaupun pasar sepi, alhamdulillah tadi saya dapat tiga penumpang,” si tukang becak membalas dengan nada cerita.
“Wah, kalau begitu sampean untung besar dong hari ini”
“Wah, kalau bagi saya sih sangat besar, dan saya sangat bersyukur. Tapi bagi sampean kayanya tidak seberapa, soalnya kalau pedagang kain kan untungnya bisa sampai ratusan ribu, bahkan jutaan...”
“Nggak juga, Cak. Sama saja”
“Hehe. Tentu saja tidak sama. Saya, dengan menarik tiga penumpang tadi, dapat dua puluh lima ribu rupiah. Dan itu, bagi saya sudah banyak”

Tiba-tiba ada seorang pengamen datang. Baru saja si pengamen menggenjreng gitar, si tukang becak langsung memberikan uang seribu rupiah. Pengamen pun langsung pergi.

“Seharusnya sampeyan tidak perlu memberi uang kepada dia,” Rokim mencoba memberikan nasehat kepada tukang becak.

Si tukang becak belum sempat menjawab, datang seorang anak kecil dengan pakaian lusuh. Ia meminta belas kasihan orang-orang warung, tapi tak ada satupun yang hirau. Si tukang becak kemudian mengambil uang lima ribuan, lalu memberikan kepada bocah peminta tersebut. Dan bocah peminta pun berlalu dengan mendoakan si tukang becak dan ucapan terima kasihnya yang berulang-ulang.

“Maaf, Mas Rokim, tadi sampeyan nanya apa?”
“Tidak. Saya tadi tidak bertanya. Tapi sekarang saya mau bertanya, kenapa sampeyan memberi uang kepada pengamen dan peminta-minta tadi ?”
“O, ya, saya ingat ucapan sampeyan tadi. Sebelum saya menjawab, baiknya saya tanya dulu, kenapa sampeyan menasehati saya untuk tidak memberi uang kepada pengamen tadi?” si tukang becak balik bertanya, lalu menyeruput kopi yang ada di hadapannya.
“Ya, menurut saya, pengamen tadi masih muda, punya tenaga, dia masih kuat untuk bekerja yang lebih layak ketimbang mengamen. Dan menurut saya, dengan sampeyan memberikan uang kepada dia, itu artinya sampeyan ikut mendukung dia untuk tetap menjadi pengamen,” jelas Rokim panjang lebar ”Sekarang giliran sampeyan menjawab pertanyaan saya tadi,” lanjutnya.
“Hmm, begitu ya. Tapi saya malah punya pandangan lain, Mas. Begini, saya rasa tidak ada orang yang punya cita-cita untuk menjadi pengamen atau seperti yang sampeyan lihat tadi; pengemis. Tidak ada. Tidak ada di dunia ini, orang yang bercita-cita untuk jadi pengemis,” tukang becak mempertegas kata-katanya, lalu ia melanjutkan, “Saya sendiri, kalau ada pekerjaan yang lebih baik, saya akan meninggalkan profesi tukang becak ini. Cuman masalahnya, orang-orang seperti mereka itu tidak punya kesempatan. Keadaan yang memaksa mereka untuk menjalani semua itu, Mas Rokim,”
“Trus, kenapa sampeyan memberi uang kepada mereka?” Rokim mengejar, ia merasa pertanyaannya masih belum terjawab.
Si tukang becak tertawa terkekeh-kekeh.
“Hehehe...Ternyata, penjelasan saya tadi masih belum bisa sampeyan terima sebagai jawaban. Jadi begini, Mas. Saya biasanya sehari hanya dapat uang lima belas ribu sampai dua puluh ribu rupiah saja. Tapi tadi, belum saja lohor, saya sudah mendapat uang dua puluh lima ribu rupiah. Dan siang ini, ternyata ada orang yang menjemput bagiannya yang telah dititipkanNya kepada saya.”
“Maksudnya?” Rokim kebingungan, dahinya berkerut.
“Saya rasa, saya tidak perlu menjelaskan lebih detail lagi, intinya, saya sedang berlatih menjadi orang kaya, Mas. Mensyukuri apa yang telah dianugerahkan oleh yang maha menganugerahi kepada saya. Maaf saya harus pamit dulu, sudah waktunya shalat,” tanpa menunggu jawaban, si tukang becak bergegas ke kasir; membayar uang kopinya dan sekalian kopi Rokim; berkata kepada Rokim “Sudah saya bayar kopinya, Mas” ; lalu ngacir ke Masjid yang tidak jauh dari warung kopi tersebut.

Sementara Rokim hanya menahan senyum; sedikit tersinggung; dalam hatinya ”Gaya thok, melarat ae sek nge’i wong liyo. Gak kiro sugih lek carane ngono, Koen. Iki Indonesia”; Lalu hatinya beristighfar “astaghfirullahal adhiiiiiim, ngomong opo aku iki. Koyo’e omongane Cak Odan akeh benere, astaghfirullahal adhim, wayahe lak aku sing mbayari, astghfirullahaladhim”; istighfar lagi; istighfar lagi; lagi; dan lagi; mata Rokim terus mengekori punggung tukang becak dengan becaknya yang kemudian menghilang memasuki pelataran masjid.

****

Buat yang bukan orang jawa aku tulisin terjemahan bebasnya yah. O ya, sampe lupa. Buat yang semua yang baca blog ini, Aku ucapin SELAMAT TAHUN BARU HIJRIAH 1431 H. Semoga dosa-dosa yang kita perbuat di tahun kemarin diampuni (semua orang juga mau kaleeeeeeee), Kebenaran bisa ditegakkan setegak-tegaknya di negeri ini (amieeeeeeeeeennnnnnn), dan tentunya, kita bisa mengevaluasi diri kita masing-masing. Jadi, yang malas, ayo rajin; Yang bolong lima waktunya, ayo kita tambal dan perbaiki; Yang Bohong, mulai sekarang jujur, Yuk; Yang nganggur, kerja yuk ( :-) ) ; Yang mbolosan, sekolah-lah; Yang sayang, Ehem...ehem.. (:D); Yang Cinta, Gombal (jangan mau digombalin); Yang kebelet, Kawin Yuk...(Suit-suit...asyik...asyik...undangannya mana?); Ah udah..ah, becanda mulu dari tadi. Maaf ya. Maaf. Happy New Year deh.

Daaaaa !

Terjemah Teks Serampangan:

melarat ae sek nge’i wong liyo. Gak kiro sugih lek carane ngono, Koen. Iki Indonesia : (Jawa) Melarat aja masih ngasih orang. Nggak mungkin kaya kalau begitu caranya, Kamu. Ini Indonesia.
ngomong opo aku iki. Koyo’e omongane Cak Odan akeh benere: (Jawa) Ngomoang apa saya ini. Kayanya omongannya Cak Odan banyak benarnya
wayahe lak aku sing mbayari: (Jawa) seharusnya saya yang membayarkan/nraktir
« Home | Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »