<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d35515654\x26blogName\x3dSeruput\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://seruput.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://seruput.blogspot.com/\x26vt\x3d-8552764801363357580', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>


Surat Cinta

Sebutlah ia Muhammad Dalwun *bukan nama sebenarnya :D* memendam rasa terhadap seorang gadis, Siti Mighrofah *juga bukan nama sebenarnya*. Ia selalu memuja sang gadis pujaan di setiap kesempatan. Melamun, yang dilamunin si gadis lamunan. Membayang, yang terbayang si gadis bayangan. Huh...Emang punya rasa itu sangat menyiksa. "Dasar perasaan, datangnya tanpa salam," rutuk Dalwun dalam hati, "Enyahlah kau, Perasaan," otaknya ikut menggerutu.

Karena merasa begitu tersiksa oleh rasa, akhirnya si Dalwun memutuskan untuk menyampaikan perasaannya itu kepada si pujaan hati. Namun, ia merasa bingung. Melihat si gadis dari jauh saja ia sudah merasa gugup, hatinya dag dig dug, badannya gemetaran, dan tentu saja membuat lidahnya kelu, apalagi harus bertatap muka, menyampaikan......Huh kah. Otaknya berputar-putar seperti gasing *halah...hiperbola banget sih* lalu seperti dalam adegan dalam film-film. Si Dalwun menemukan ide. Ting !!!

Pake surat saja

Iya. Benar, kalau pake surat kan tidak perlu ngomong. Paling banter gemetarannya waktu nganterin aja. Dan tentu saja ga usah ngomong apa-apa. Upss...Ada yang kelupaan. Si Dalwun kan tidak bisa menulis surat cinta. Maklum, tidak pernah merasa jatuh cinta sih.*Hahaha..kasian banget si Dalwun....* Si Dalwun tidak kehabisan akal, ia pergi ke temannya yang pinter nulis. Ia minta tolong untuk dituliskan surat cinta.

Singkat kata singkat cerita. Teman Dalwun membuatkan surat cinta yang sangat romantis. Ia memilihkan kata-kata dalam suratnya dengan penuh perasaan. Ia menulis dengan hati. Ia membayangkan, seolah-olah orang yang akan dikirimi surat oleh Dalwun itu adalah telaga tempat jiwanya bermuara *Halah tinggal ngomong ia mengumpamakan pujaan hati si Dalwun sebagai pujaan hatinya sendiri aja pake acara muter-muter..halah, gitu aja kok repot.Hehehe* Dan akhirnya surat pun selesai dibuat.

Dalwun menerima surat itu dengan rasa terimakasih tak terhingga. Setelah membaca dan menghafalkan isi surat, Dalwun bergegas menemui sang gadis pujaan. Dengan langkah malu-malu, Dalwun mendekati gadis pujaan tersebut. Lalu dengan tanpa banyak basa-basi, ia menyerahkan surat beramplop merah jambu itu kepada sang gadis. Tangan Dalwun gemetaran. Entahlah, mungkin karena rasa tidak tega melihat kondisi Dalwun, akhirnya sang gadis segera mengambil surat tersebut. Maka giranglah hati Dalwun. Kemudian ia bergegas pergi. Setelah berjalan beberapa meter, seraya hatinya berkata Yes! Yes! Yes! kemudian ia berlari kencang. Kencang sekali. Seperti seseorang yang baru menemukan harta karun. Huh...dasar Dalwun.

Sementara si gadis juga merasakan kebahagiaan yang tiada tara. Karena sebenarnya, diam-diam ia menaruh hati juga pada si Dalwun. Cuman, apalah daya. Ia seorang perempuan yang hanya bisa menunggu. Ingin ia menyalahkan dirinya yang tidak bisa kreatif. Bukankah Khodijah yang mengutarakan isi hatinya terlebih dahulu kepada Rasul. Ah, tapi lagi-lagi ia terbentur dengan kebiasan di jaman modern ini. Perempuan hanya bisa menunggu, menunggu, dan menunggu. Padahal pekerjaan paling membosankan adalah menunggu. Huh...sial bukan. Beruntunglah, orang yang nyangkut di hatinya juga punya rasa terhadapnya. Dan surat itu, adalah surat yang ditunggu-tunggunya. ia baca berulang-ulang, sampai ia benar-benar hafal. Dimana titik, koma, tanda seru, dan lain sebagainya. Ia pahami benar isi surat itu agar tidak salah memahami dan mengartikannya. Lalu dalam hati ia berkata.

Terima kasih ya Allah.
Memang kun-Mu tidak mungkin tidak fayakun.

Kemudian sang gadis berdoa dan bersiap membalas surat itu.

***

Sore itu Dalwun sedang bersantai di rumah bersama dua orang temannya. Ia sedang menonton pertandingan Manchester United melawan Arsenal. Biasanya kalau sedang begini, ia tidak bisa diganggu gugat. Mau ada badai, gempa bumi kek, pasti tidak akan mempengaruhinya. Semuanya akan dianggapnya hampa. Yang ada hanya Christian Ronaldo, Rooney, dan kawan-kawannya. Hahaha. Dasar Dalwun Gibol (Gila bola).

tok..tok..tok

Suara pintu diketok. Dalwun masih tetep konsentrasi ke arah pertandingan. Satu temannya beranjak untuk membukakan pintu. Dibukalah pintu itu.

"Assalamualikum"
"Waalaikum salam"
"Dalwun ada, Mas?"
"O ya, ada, silahkan masuk"
"Terima kasih, saya hanya ingin menyampaikan ini. Soalnya saya sedang terburu-buru," sang tamu menunjukkan amplop dengan belang merah biru di bagian tepinya.
"Hmmm, sebentar ya. Wuuun!! ada yang nyari tuh"
Si Dalwun tidak menyahut. Ia masih berkonsentrasi ke pertandingan.
"Wah, kayanya dia masih serius nonton bola, Mas. Ya udah, biar saya saja yang ngasih ke dia, Mas"
"Wah, maaf, tidak bisa. Ini amanat. Saya harus menyampaikan langsung ke Dalwun."
"Ya sudah, kalau begitu Mas masuk saja."
"Baiklah"
Akhirnya si tamu masuk.

"Hmmm....Maaf, yang namanya Muhammad Dalwun yang mana ya?"
Satu orang langsung menoleh ke arahnya. Sedang yang satunya masih konsentrasi ke arah televisi. Serius. Si orang yang menoleh, langsung memanggil Dalwun. Wun, tuh ada yang nyari tuh. Jangan serius terus.

"Mas, saya ingin menyampaikan amanat. Ini ada titipan dari siti Mighrofah"

Jrengggg ! ! ! !

Mendengar kata Mighrofah, Dalwun merasa tersambar petir di sore bolong. Telinganya pekak tiada terkira. Dan pandangannya langsung serius ke arah tamu.

"Siti Mighrofah? ada apa?"
"Ini ada amanat. Katanya harus disampaikan secara langsung kepada anda," si tamu langsung memberikan sepucuk amplop tersebut dan kemudian pamit.

Setelah kepergian si tamu, Dalwun hanya bisa bengong sendiri. Sementara dua temannya melanjutkan menonton pertandingan antara MU Vs Arsenal.

"GOLLLL," suara kedua teman Dalwun.

Tapi suara itu tidak berpengaruh sedikit pun terhadap mata Dalwun dalam memandangi sepucuk surat di tangannya. Dan ia langsung masuk ke kamar untuk membaca surat tersebut. *Dasar Dalwun aneh. Tadi serius nonton bola, sekarang malah serius nonton kertas*

Dalwun merasa sangat was-was, khawatir dengan isi surat tersebut. Ia khawatir dengan jawaban Siti Mighrofah atas surat cintanya yang ia sampaikan dua hari yang lalu. Bagaimana tidak, seandainya Mighrofah menerima bagaimana?, seandainya Mighrofah menolak bagaimana? semua perasaan merasuk menusuk-nusuk. Jantungnya berdegup kencang saat membuka amplop tersebut. Ia membukanya dengan sangat hati-hati.

Kepada Muhammad Dalwun
di tempat

Assalamualikum Wr.Wb

Surat Mas kemarin sudah saya baca. Saya tidak menyangka kalau Mas seromantis itu. Kata-katanya indah dan sangat menyentuh. Terima kasih, Mas.

Waktu membacanya, seluruh badan saya bergetar. Saya tidak bisa membayangkan, bisa-bisanya Mas mengatakan bahwa saya adalah Bidadari paling cantik yang pernah Tuhan kirimkan ke dunia. Bidadari mana...Upss, Perempuan mana yang hatinya tidak klepek-klepek mendengar pujian semacam itu. Sungguh, waktu itu serasa mau pingsan. Untungnya saya masih bisa bertahan. Namun, kristal bening tak mampu saya bendung. Ia mengalir begitu saja melewati celah-celah indera penglihatku. Pipiku memerah, sekaligus basah.

Terus terang, saya sangat senang, Mas. Senang. Senang sekali membacanya. Entah sudah berapa kali saya membaca surat itu. Dan di setiap membacanya, pipiku pasti basah.

Saya tahu kalau Mas itu gagah dan tampan. Bahkan kalau disandingkan dengan nabi Yusuf sekalipun, mungkin Mas akan lebih tampan sedikit. Hmmm... Namun, saya harus meminta maaf sebesar-besarnya. Karena menurut saya, mana mungkin perempuan secantik saya bisa bersanding dengan orang setampan Mas. Mana mungkin? mana bisa? mana tahan?

Serius, Mas. Saya tidak bisa menjadi pacar Mas.

Maka dengan datangnya surat ini, saya MENOLAK menjadi pacar Mas. Saya nyatakan saya MENOLAK. Baca dengan benar ya, Mas. Saya MENOLAK. eM, eN, O, eL, A, Ka. ME....NO...LAK.

Membaca sampai di situ, Dalwun merasa tidak perlu menyelesaikan surat itu. Ia tidak mau melanjutkan tulisan yang berada dibaliknya. Lagian jawabannya sudah ia ketahui. Tubuhnya bergetar hebat. Otaknya tidak mempercayainya. Tapi, karena rasa penasaran yang selalu menyerang, akhirnya ia kuat-kuatkan diri untuk menyelesaikannya. Dibaliknya kertas surat itu, dan kemudian melanjutkan membaca.

Maaf, Mas. Sekali lagi, maaf. Saya yakin sekali, Mas akan menangis membaca penolakan saya ini. Ya, jadi impas kan. Saya hanya ingin membalas air mata saya atas surat Mas tempo hari. Sekali lagi maaf.

Terakhir, saya hanya minta satu. Kalau Mas memang serius. Saya tidak ingin menjadi pacar Mas, Saya ingin menjadi istri Mas. Terima kasih, Mas. mudah-mudahan Mas puas dengan jawaban saya.


Salam
Siti Mighrofah

Seketika itu Dalwun langsung kegirangan. Seolah-olah kegirangannya itu diiringi musikalisasinya Sapardi Djoko Damono yang berjudul Aku Ingin. Ia meloncat kegirangan. "Yes ! Yes ! Yes !" Sambil meninju-ninju angin.

Setelah selesai dengan kegirangannya itu. Ia kembali duduk. mengulangi lagi membaca surat itu. Dibacanya lagi. dibaca lagi dan lagi. Sampai akhirnya ia hafal benar kalimat per-kalimatnya. huruf per-hurufnya. Tanda titiknya, komanya. Huh...dasar si Dalwun.

***

Satu minggu telah berlalu. Tapi Dalwun masih saja menghayati surat dari Siti Mighrofah. Satu temannya merasa heran dengan perubahan Dalwun itu. Sejak menerima surat tempo hari itu, Dalwun jarang makan, tidak lagi nonton bola, yang ada malah mengurung diri terus di dalam kamar. Temannya itu tahu kalau ia sedang jatuh cinta. Lalu dihampirinya Dalwun ke dalam kamarnya.

"Hmmm...ada yang jatuh cinta nih"
"Ah, kamu, Min. Ngagetin aja."
"Surat cinta, ya?"
"Hmmm...nggak kok. Surat biasa. Surat tugas"
"Halah...sudahlah, ngaku aja"
"Hmmm, iya deh, ngaku, surat cinta," Dalwun nyengir.
"Ya, emang manusia menjadi aneh kalau sudah bersentuhan dengan cinta"
"O ya?"
"Ya. Seperti kamu itu. Sampe lupa segalanya"
"Masa sih?" ekspresi Dalwun sok polos.
"Sebagai teman saya cuman mau ngingetin. Hati-hati dengan perempuan"
"Maksudmu?"
"Perempuan, kan udah dijadikan senjata sama iblis untuk menjerumuskan manusia"
"Ya, itu kan karena kamu belum pernah jatuh cinta aja, Min"
"Bukan begitu, Wun. Kamu tahu sendiri, kan, bagaimana nabi Adam sampai diturunkan ke bumi? itu karena Iblis menjadikan Hawa sebagai senjatanya. Tuh, kan. Perempuan."
"Bisa aja, kamu, Min"
"Iya, tapi saya sendiri heran dengan manusia"
"Kenapa?"
"Ya, Padahal Allah sudah mencintainya, bahkan mengirimkan surat-surat cintaNya kepada manusia. Tidak tanggung-tanggung, sampai seratus empat belas surat. Bisa dibayangkan. Tapi manusia tidak pernah mau membalas cintaNya."
"Maksudmu?"
"Ya, seandainya saja manusia mau membaca surat-surat cintaNya, seperti yang kau lakukan ini."
"Iya, ya"
"Kamu mau membaca surat cinta itu kan karena kamu memiliki rasa cinta terhadap pujaan hatimu itu. Iya, kan?"
"iya"
"Nah, berarti orang yang tidak mau membaca surat cintaNya itu gimana dong?"

Si Dalwun tidak menjawab. Amin pergi meninggalkan Dalwun. Terdengar adzan maghrib menggema menyambut bulan Ramadhan.

SELAMAT MENYAMBUT BULAN RAMADHAN
SELAMAT MENJALANKAN IBADAH PUASA

NB: Dalwun : Ember (Bahasa Arab)
Mighrofah : Gayung (Bahasa Arab)
« Home | Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »