<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d35515654\x26blogName\x3dSeruput\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://seruput.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://seruput.blogspot.com/\x26vt\x3d-8552764801363357580', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>


Keuangan yang maha kuasa

Hampir setahun ini aku hidup di Jakarta. Aku banyak bertemu dengan manusia-manusia dengan berbagai karakter. Hebatnya setiap manusia yang saya temui, selalu obrolannya tentang kesejahteraan rakyat, politik Indonesia, Ekonoomi Indonesia, Pemuda Indonesia, Partai-Partai di Indonesia, Undang-undang di Indonesia, dan juga satu pilar penting, Pancasila.

Seorang Kepala dinas dari dinas pendidikan (tempatnya dirahasiakan) pernah berkunjung ke sekolah tempat saya mengajar. Ngobrolnya luar biasa. Tentang masa depan pendidikan Indonesia, Tentang manajemen sekolah, tentang keberagamaan bangsa Indonesia, dan obrolan-obrolan luar biasa lainnya.

Pada suatu hari, aku menemui kecurangan yang menurut saya adalah "proyek akal-akalan" si kepala dinas tersebut. Modusnya adalah kartu PMI. dalam kupon tertulis 1000 rupiah, tapi setiap sekolah diminta 2000 rupiah per kupon. Wah, bisa dibayangkan nilai kecurangan yang akan dihasilkan. bayangkan saja kalau seandainya ada 130 sekolah yang berada dibawahnya, dan setiap sekolah minimal mempunyai 200 siswa, berapa nominal yang akan dihasilkan.

Ah, itu kan hal sepele. Ada banyak lagi kecurangan yang tampak jelas, tapi tak pernah muncul ke permukaan. Dalam menerima bantuan, 25 persen harus nyangkut di kantongnya, mau sertifikasi? 200 ribu per kepala. Mau dikunjungi? lima ratus ribu. Mau apa lagi? ah, pokonya semuanya harus pake duit.

Nah inilah yang menggelitik saya. Mengingat manusia-manusia Jakarta yang tadi; yang suka bermulut besar. Mereka berkata Ketuhanan yang maha Esa, padahal nyatanya mereka berlaku "Keuangan yang maha kuasa"

Ah, lebih baik aku berhenti nyerocos. Tidak ada gunanya. Toh menggerutu juga tidak akan merubah apa-apa. Lebih baik ambil motor, starter, lalu menikmati kemacetan di Jakarta. Let's Go, Beib!

« Home | Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »
| Next »