Secawan Rindu Ibu
Aku lupa dimana aku meletakkan rindu itu. Ya, dulu ibuku memberikan secawan rindu kepadaku untuk kubawa pergi menuntut ilmu. Sedang ayahku sebaliknya, ia tidak pernah ingin dirindukan, maka yang ia berikan kepadaku adalah berbungkus-bungkus obat lupa. Ia berpesan, "jika kau ingat keluarga, minumlah obat ini." Sebagai anak yang berbakti kepada orang tua, saya tidak bisa menolaknya.
Secawan rindu yang ibu berikan kepadaku, tak pernah habis kureguk. Setiap kali ia akan habis, tiba-tiba saja volumenya bertambah lagi. Sementara, obat yang diberikan oleh ayah, seperti tidak punya efek sama sekali. Sekali dua kali, aku bisa lupa, tapi selanjutnya, aku semakin tidak bisa lupa dengan keluarga. Rindu itu masih terus menderu deras. Aku tidak tau, apa karena secawan rindu ibu itu lebih berkualitas, atau karena obat yang diberikan ayah yang kurang mantap. Aku tidak tahu itu.
Sebenarnya, tujuan ibu dan ayah itu sama-sama baik. Sama-sama menginginkan yang terbaik. Mereka menginginkanku semangat dalam menuntut ilmu. Secawan rindu yang ibu berikan kepadaku itu, dimaksudkan agar aku selalu ingat sama keluarga yang menunggu, ibu menginginkan agar selalu menjadikan keluarga sebagai motivasi belajar. Sedang ayah, ia ingin agar aku tidak selalu ingat kepada keluarga. Ayah menginginkanku berkonsentrasi pada pelajaran. Ia ingin agar aku tidak cepat-cepat pulang sebelum tercapai semua ilmu.
Kalau boleh jujur, secawan rindu ibu telah merasuk ke semua sendi. Ia telah menyatu ke dalam darah, menggenangi hati, dan juga telah menusuk hingga ke sumsum tulang.
Ibu, I miss you. I love You.
Ayah, aku masih belum bisa melupakanmu, maaf.
Ibu, Ayah, Adek, keluarga, apa kabarmu hari ini?
Secawan rindu yang ibu berikan kepadaku, tak pernah habis kureguk. Setiap kali ia akan habis, tiba-tiba saja volumenya bertambah lagi. Sementara, obat yang diberikan oleh ayah, seperti tidak punya efek sama sekali. Sekali dua kali, aku bisa lupa, tapi selanjutnya, aku semakin tidak bisa lupa dengan keluarga. Rindu itu masih terus menderu deras. Aku tidak tau, apa karena secawan rindu ibu itu lebih berkualitas, atau karena obat yang diberikan ayah yang kurang mantap. Aku tidak tahu itu.
Sebenarnya, tujuan ibu dan ayah itu sama-sama baik. Sama-sama menginginkan yang terbaik. Mereka menginginkanku semangat dalam menuntut ilmu. Secawan rindu yang ibu berikan kepadaku itu, dimaksudkan agar aku selalu ingat sama keluarga yang menunggu, ibu menginginkan agar selalu menjadikan keluarga sebagai motivasi belajar. Sedang ayah, ia ingin agar aku tidak selalu ingat kepada keluarga. Ayah menginginkanku berkonsentrasi pada pelajaran. Ia ingin agar aku tidak cepat-cepat pulang sebelum tercapai semua ilmu.
Kalau boleh jujur, secawan rindu ibu telah merasuk ke semua sendi. Ia telah menyatu ke dalam darah, menggenangi hati, dan juga telah menusuk hingga ke sumsum tulang.
Ibu, I miss you. I love You.
Ayah, aku masih belum bisa melupakanmu, maaf.
Ibu, Ayah, Adek, keluarga, apa kabarmu hari ini?